CILEGON, RADARBANTEN.CO.ID – Calon Walikota Cilegon Helldy Agustian diduga melakukan pelanggaran UU Pemilu di masa kampanye.
Helldy Agustian diduga berkampanye di Musholla Al-Ittihad Bebulak Timur, Kelurahan Kebondalem Kecamatan Purwakarta, pada Sabtu 28 September 2024.
Ketua Tim Advokasi dan Hukum Robinsar-Fajar, Rizki Ramadhan menjelaskan, dugaan pelanggaran itu terlihat pada positngan akun Instagram @helldy_agustian.
Dimana pada caption video tersebut tertulis jika Helldy memanfaatkan waktu cuti untuk ikut salat subuh berjamaah dan kajian rutin.
Pada video itu pun tertera tulisan tentang agenda acara tersebut, yakni acara Kajian Rutin Sabtu. Terlihat hadir pada acara tersebut para tokoh masyarakat, alim ulama, serta jemaah salat masjid.
Di sisi lain, beredar foto berupa Helldy Agustian bersama tim pemenangan dan masyarakat setempat melakukan foto bersama dengan pose dua jari. Dimana angka dua merupakan nomor urut pasangan petahana tersebut.
Rizki menilai seharusnya setiap calon harus mengikuti peraturan, di mana, kampanye dilarang menggunakan tempat ibadah sebagaimana diatur dalam PKPU nomor 13 tahun 2024 tentang kampanye pasal 57 poin i.
“Sehingga kami tim advokasi dan hukum Robinsar-Fajar menyayangkan atas perbuatan yang dilakukan oleh pa Helldy selaku petahana. Kami mengingatkan teman-teman Bawaslu bahwa adanya aturan pada UU nomor 1 tahun 2015 pasal 72, jika terjadinya pelanggaran, maka dapat diberikan sanksi baik peringatan ataupun penghentian kegiatan kampanye,” papar Rizki.
Kemudian Tim Advokasi dan Hukum Robinsar-Fajar juga menilai hal tersebut merupakan pelanggaran, sehingga meminta perlu adanya tindakan dari Bawaslu Kota Cilegon.
“Kami ingin mengajak untuk masyarakat Kota Cilegon agar kontestasi Pilkada tahun 2024 ini lebih aktif terlibat dan semoga bisa mengupayakan proses pilkada yang jujur adil aman dan tertib,” paparnya.
Sementara itu, Juru Bicara Tim Pemenangan Helldy-Alawi, Rahmatulloh membantah jika kegiatan tersebut adalah kampanye.
“Kita tidak berkampanye di dalam masjid, kita hanya bersilaturahmi karena diundang oleh pengurus setempat untuk ikut kajian subuh setelah solat subuh berjamaah,” ujar Rahmatulloh.
Soal pose dua jari itu bukan di dalam masjid melainkan diluar masjid tepatnya dihalaman Jadi tidak ada pelanggaran yang dilakukan. Selain itu pose tersebut menurutnya bukan menunjukkan nomor urut, tapi sebagai simbol literasi.
“Itu kan seperti angka L, yang artinya itu literasi, dan itu pun berfoto setelah semua rangkaian acara selesai pada saat mau pulang dengan posisi di halaman,” papar Rahmatulloh.
Editor: Abdul Rozak











