PANDEGLANG,RADARBANTEN.CO.ID – Nelayan sumur mendesak kepada pemerintah agar membangunkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Kampung Basisir, Desa Sumberjaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang. SPBN sangat dibutuhkan oleh nelayan agar dapat menikmati BBM dengan harga bersubsidi.
Sementara ini sebagian besar nelayan sumur belum menikmati harga BBM bersubsidi karena belinya dari pengepul yang memang sudah mendapatkan surat rekomendasi beli BBM bersubsidi.
Menurut Nelayan Kampung Basisir, Agung, karena tidak ada SPBN sekarang nelayan beli di pengepul.
“Beli dari pemilik modal yang punya rekomendasi beli BBM Subsidi. Sementara kita tidak bisa karena memang tidak ada SPBN,” katanya kepada RADARBANTEN.CO.ID, Rabu, 20 November 2024.
Harga BBM dari pengepul tentunya jauh berbeda dari beli langsung ke SPBN. Pada saat ini per liter harga BBM jenis solar bersubsidi itu Rp6.800.
“Namun karena beli dari pengepul menjadi Rp8.571. Jadi beda Rp1.771 per liter solar,” katanya.
Sementara kebutuhan nelayan melaut dalam sehari itu setiap perahu sampai 100 liter.
“Kalau Rp1.771 liter dikalikan 100 liter maka sehari Rp177.100. Uang sebesar itu kan lumayan cukup buat kebutuhan ekonomi keluarga tiga sampai lima hari,” katanya.
Oleh karena itu, para nelayan di Sumur berharap kepada pemerintah agar membangunkan SPBN di pusat sandar perahu nelayan. Sepertihalnya di Panimbang, dan Labuan.
“Kalau di Panimbang itu nelayan mau melaut butuh BBM tinggal merapat aja ke dermaga. Jadi enak tinggal isi aja tanpa harus bawa jerigen,” katanya.
Sementara ini untuk di Kecamatan Sumur, sebetulnya ada SPBN namun lokasinya jauh dari dermaga nelayan. Jadi berada di daratan yang jaraknya kurang lebih satu kilo.
“Kalau kita mau beli ke sana harus pakai rekomendasi. Kalau hanya pakai Kartu Nelayan saja gak berlaku karena kita belinya bawa jerigen,” katanya.
Sedangkan pihak SPBN, baru akan melayani menggunakan kartu nelayan ketika terlihat perahunya.
“Ya masak setiap kita mau beli BBM harus bawa kapal atau perahu ke SPBN. Ya tambah besar biayanya dong sehingga tidak ada pilihan akhirnya kita beli dari pengepul,” katanya.
Agung menyayangkan, pihak-pihak yang telah memberikan rekomendasi kepada pelaku usaha mendirikan SPBN jauh dari kampung nelayan. Padahal seharusnya menjadi bahan pertimbangan bahwa setiap SPBN itu harus berada di pinggir laut dan dekat nelayan.
“Kalau ini kan jauh. Dan kita kan belinya gak bisa pakai jerigen kalau tanpa ada rekomendasi, kondisi inilah yang membuat sulit nelayan kecil,” katanya.
Agung berharap, kepada Presiden Prabowo Subianto agar mengevaluasi aturan pembelian BBM bersubsidi. Serta membantu menyediakan SPBN dekat dengan nelayan.
“Kalau kami dalam posisi serba salah, tidak beli ya tidak bisa melaut. Beli ya terpaksa dengan harga yang relatif lebih mahal,” katanya.
Oleh karena itu, para nelayan berharap diberikan kemudahan dalam mendapatkan BBM bersubsidi. Larangan beli pakai jerigen segera dicabut.
“Kecuali memang sudah ada SPBN dekat tempat pendaratan nelayan. Barulah bisa diberlakukan hal itu tapi ini kan sarananya tidak ada tapi aturan dipukul rata ya kami nelayan di ujung Pulau Jawa ini yang kena dampak rugi harus beli BBM tanpa subsidi,” katanya.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pandeglang Uun Junandar mengatakan, memang benar lokasi pengisian bahan bakar berada di luar dari Kampung Nelayan.
“Namun itu tadi, mungkin juga di luar dari keinginan pemilik selaku investor atau pembisnis. Kepengennya dekat di Kampung Nelayan,” katanya.
Akan tetapi, membangun SPBN itu membutuhkan lahan serta akses masuk kendaraan memuat BBM. Mungkin pertimbangan keterbatasan lahan dan akses jalan itulah yang mendorong investor membangunnya di luar dari lingkungan Kampung Nelayan.
“Dengan pengisian bahan bakar di luar lingkungan nelayan ini menjadi kendala bagi nelayan. Harus bawa surat rekomendasi setiap kali pembelian BBM,” katanya.
Uun menerangkan, sebetulnya untuk meminimalisir biaya operasional. Para nelayan dapat membuat kelompok usaha bersama.
“Jadi dari kelompok itu siapa yang bertugas beli BBM. Nah nanti mungkin ada biaya untuk transportasi tapi tidak akan besar karena kesepakatan masing-masing kelompok usaha nelayan,” katanya.
Reporter: Purnama Irawan
Editor: Aditya