SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Mantan Direktur Operasional PT Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM), Akmal Firmansyah, divonis dua tahun penjara dalam korupsi proyek akses Pelabuhan Warnasari, Kota Cilegon, pada tahun 2021 senilai Rp 48,4 miliar.
Akmal dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi yang terjadi di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Cilegon itu.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Akmal Firmansyah dengan pidana selama dua tahun dikurangkan selama terdakwa berada di dalam tahanan,” ujar Ketua Majelis Hakim, Mochamad Arief Adikusumo, di Pengadilan Tipikor Serang, Kamis siang, 21 November 2024.
Selain penjara dua tahun, Akmal juga dihukum denda Rp 100 juta subsider satu bulan kurungan dan uang pengganti Rp 300 juta.
Jika uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam satu bulan putusan berkekuatan hukum maka harta bendanya disita jaksa.
“Apabila tidak mencukupi maka diganti dengan pidana satu tahun penjara,” kata Arief dalam sidang yang dihadiri JPU Kejari Cilegon, Ahmad Afriansyah.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut telah sesuai dengan tuntutan JPU.
Hanya saja, majelis hakim tidak sependapat dengan besaran denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan dalam tuntutan JPU.
“Menetapkan masa penahanan dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan (kepada terdakwa),” ujar Arief di hadapan terdakwa.
Arief menjelaskan, vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa itu didasarkan atas telah menikmati hasil kejahatan dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Pertimbangan itu menjadi hal yang meringankan pada diri terdakwa. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan.
“Terdakwa telah menitipkan akta jual beli (AJB) untuk membayar uang pengganti,” kata Arief.
Perbuatan terdakwa tersebut menurut majelis hakim telah memenuhi unsur dalam Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
“Sebagaimana dalam dakwaan subsider,” ujar Arief.
Hakim Anggota, Ewirta Lista Pertaviana, menjelaskan, kasus korupsi ini berawal saat Edi Ariadi selaku Walikota Cilegon saat itu menyetujui anggaran jalan untuk akses Pelabuhan Warnasari pada tahun 2021 lalu.
Awalnya, anggaran proyek tersebut sebesar Rp 49,3 miliar. Namun, jumlah itu berkurang menjadi 48,4 miliar.
“(Berdasarkan) dokumen kontrak tertanggal 20 Januari 2021 dengan Nomor 003/HK-PCMII/2021 tentang pekerjaan pembangunan konstruksi terintegrasi rancang dan bangun akses Pelabuhan Warnasari tahun 2021,” kata Ewirta.
Selanjutnya, setelah anggaran tersebut disetujui, diadakan lelang untuk pengerjaan proyek tersebut.
Namun, mekanisme lelang dinilai tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Sebab, penetapan PT Arkindo sebagai pelaksana pekerjaan dilakukan dengan cara melawan hukum. Apalagi, perusahaan tersebut diketahui dipinjam oleh Sugiman (terpidana tiga tahun).
Usai PT Arkindo ditetapkan sebagai pemenang lelang, direkturnya bernama Tb Abu Bakar Rasyid (vonis 17 bulan) menandatangani kontrak dengan mendiang Arief Rivai Madawi selaku Direktur Utama PT PCM.
Proyek tersebut berdasarkan surat perintah mulai dikerjakan selama 365 kalender. Namun, nyatanya proyek tersebut tidak dapat dilaksanakan sampai saat ini.
Hal tersebut dikarenakan lahan yang dipakai bukan milik PT PCM, melainkan milik PT Krakatau Daya Listrik.
Anak perusahaan PT Krakatau Steel (KS) itu diketahui menolak memberikan izin pembangunan jalan tersebut menggunakan lahan miliknya sehingga proyek itu tidak terlaksana.
Meski tidak jadi dilaksanakan, uang muka proyek tersebut senilai Rp 7 miliar lebih sudah dikucurkan PT PCM.
Uang miliaran rupiah tersebut kini menjadi kerugian keuangan negara karena tidak dikembalikan.
“Diperoleh hasil penghitungan kerugian keuangan negara sebagaimana laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara yaitu Rp 7.001.544.764,” tutur Ewirta.
Editor: Agus Priwandono