LEBAK, RADARBANTEN.CO.ID – Protes warga Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, semakin memuncak setelah proses pemeriksaan terhadap warga desa yang dituduh melakukan perusakan kembali bertambah.
Awalnya hanya tujuh orang, kini jumlahnya mencapai 13 orang, yang seluruhnya adalah warga yang berusaha melawan aktivitas tambang ilegal di wilayah mereka pada 16 Desember 2024 tahun lalu.
Pemeriksaan terhadap warga ini berkaitan dengan tuduhan kerusakan terhadap ban bekas, yang diakui oleh beberapa pihak sebagai bukti kerusakan. Namun, warga yang berupaya melindungi desa mereka kini justru menjadi sasaran tuduhan, alih-alih pihak yang merusak lingkungan dan infrastruktur desa dengan aktivitas tambang ilegal.
Wadde, salah seorang warga, menegaskan bahwa kemarahan masyarakat sudah mencapai puncaknya. “Kami sudah siap masuk penjara kalau harus bertanggung jawab atas kerusakan ban bekas itu. Tapi dengan satu syarat, polisi juga harus menangkap pelaku tambang ilegal yang merusak desa kami,” tegasnya kepada Radarbanten.co.id, Sabtu 11 Januari 2025.
Menurutnya, warga semakin geram karena laporan mereka terkait aktivitas tambang ilegal, yang telah diajukan sebanyak tiga kali (dua kali ke Polres Lebak dan terakhir ke Polda Banten), hingga kini belum mendapat tindak lanjut.
“Tambang ilegal di Desa Mekarsari kini telah disegel oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Banten. Namun, pelaku tambang hingga saat ini belum diproses secara hukum, yang membuat warga semakin resah,” ujarnya.
“Dampak yang ditimbulkan oleh tambang ilegal tersebut tidak main-main. Infrastruktur desa, termasuk jalan dan sawah, mengalami kerusakan parah. Tidak hanya itu, aktivitas sosial masyarakat juga terganggu akibat konflik yang terus memanas,” lanjutnya.
Warga Mekarsari mendesak pihak berwenang untuk segera menindak tegas pelaku tambang ilegal dan memberikan keadilan atas laporan masyarakat yang selama ini terabaikan. Jika tidak, potensi konflik yang lebih besar mungkin sulit dihindari.
Editor: Abdul Rozak