SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Balai BPOM di Serang merampungkan pemeriksaan terhadap pemasok obat ke Apotek Gama Kota Cilegon.
Pemeriksaan terhadap pemasok obat tersebut dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan obat racikan atau setelan berbahaya di Apotek Gama Kota Cilegon.
“Sudah (dilakukan pemeriksaan-red),” ujar Ketua Tim Penindakan Balai BPOM di Serang, Farida Ayu Widiastuti dikonfirmasi Jumat 10 Januari 2025.
Sebelum memeriksa pemasok obat tersebut, penyidik telah melakukan permintaan keterangan terhadap tujuh karyawan Apotek Gama Kota Cilegon. “Ada tujuh orang saksi dari mereka (Apotek Gama Cilegon-red),” kata Farida.
Selain pemasok dan tujuh karyawan, penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap pemilik Apotek Gama Grup, Edi Mulyawan Martono. Edi bahkan telah diperiksa sebanyak dua kali. “Iya (pemeriksaan tambahan terhadap Edi-red),” ujar Farida.
Ia menjelaskan, penyidikan kasus tersebut saat ini masih berjalan. Penyidik masih melakukan serangkaian penyidikan untuk membuat terang dugaan tindak pidana dan mencari tersangkanya. “Saat ini masih berproses (penyidikan-red),” ungkap Farida.
Kepala Balai BPOM di Serang Mojaza Sirait menjelaskan, dari penyidikan kasus tersebut pihaknya telah melakukan penyitaan sekitar 400 ribu butir obat. Obat tersebut disita sebagai barang bukti dugaan tindak pidana penyalahgunaan obat. “Obat setelan ini dilarang,” tegasnya.
Mojaza mengatakan, ada tiga jenis obat yang diamankan. Diduga, obat tersebut mengandung Natrium Diklofenat, Deksametasol, Salbutamol Sulfate, Teofilin, klorfeniramin maleat dan Asam Mefanemat. Obat tersebut biasanya digunakan untuk pengobatan sakit gigi, demam dan sesak nafas. “Obat ini digunakan buat sakit gigi,” ujar pria yang akrab disapa Moses ini.
Mojaza mengungkapkan, obat setelan merupakan obat yang berbahaya. Sebab, obat ini tidak diketahui kandungannya, identitas obat, nomor bets, tanggal kadaluarsa, indikasi dan dosis aturan pakai. Selain itu, keamanan dan khasiat obat tidak terjamin. “Obat ini berbahaya bagi masyarakat,” ujarnya.
Mojaza mengatakan, pihaknya sedang mendalami pihak yang terlibat dalam dugaan pengemasan obat setelan tersebut. Saat ini pihaknya sedang melakukan proses penyidikan untuk membuat terang benderang peristiwa pidananya. “Saat ini masih dilakukan pengembangan,” katanya.
Mojaza menambahkan, mengedarkan sedian farmasi atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dapat dijerat dengan Pasal 435 Undang-undang RI Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Berdasarkan aturan tersebut pelaku terancam pidana hingga 12 tahun. “Denda paling banyak Rp 5 miliar,” katanya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Edi Mulyawan Martono, Rahmatullah Juptri membantah Apotek Gama Cilegon telah memperjualbelikan obat racikan berbahaya. Menurut dia, obat yang disita petugas tersebut rencananya akan dimusnahkan. “Bukan untuk dijual, tapi mau dimusnahkan,” ujarnya.
Rahmatullah menyayangkan pihak Balai BPOM di Serang yang mengambil langkah hukum berupa pemidanaan terhadap temuan obat tersebut. Seharusnya kata dia, pihak Balai BPOM di Serang dapat melakukan pembinaan apabila apotek dianggap melakukan kesalahan. “Apotek itu mitranya BPOM bukan musuhnya BPOM. Kalau salah harusnya diklasifikasi dulu,” katanya.
Ia membenarkan kasus temuan obat tersebut telah naik ke tahap penyidikan. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) informasinya sudah ditembuskan pihak Balai BPOM di Serang ke kejaksaan. “Kalau sudah ada SPDP-nya berarti sudah ada target tersangkanya,” tuturnya.
Editor: Abdul Rozak