PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID – Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) melalui Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kabupaten Pandeglang mencatat kasus kekerasan seksual yang terjadi di Pandeglang selama Januari-Februari 2025.
Kepala UPT PPA pada DP2KBP3A Pandeglang, Mila Oktaviani, mengungkapkan bahwa dalam dua bulan pertama 2025, tercatat ada 18 kasus kekerasan seksual.
“Itu kita catat mulai dari awal Januari sampai Februari 2025, sekitar ada 18 kasus,” kata Mila saat dihubungi Radarbanten.co.id, pada Senin 17 Februari 2025.
Mila merinci jumlah kasus kekerasan seksual dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2022 tercatat 94 kasus, kemudian turun menjadi 64 kasus di 2023. Namun, pada 2024 angka itu kembali meningkat menjadi 72 kasus.
“Untuk 2025 ini sudah ada 18 kasus dalam periode yang sama,” sambungnya.
Menurutnya, korban kekerasan seksual berasal dari berbagai usia, mulai dari anak-anak di bawah 18 tahun hingga orang dewasa.
“Secara umum kasus terjadi di berbagai daerah, hanya saja banyak yang tidak terlihat, seperti fenomena gunung es,” katanya.
Faktor utama yang memicu terjadinya kasus kekerasan seksual di Pandeglang dipengaruhi oleh beberapa aspek, seperti sumber daya manusia (SDM), ekonomi, kurangnya pengawasan orangtua, serta lingkungan pergaulan.
“Korban juga perlu pendampingan hukum dan psikologis. Dengan adanya laporan, harapannya kasus ini tidak terus bertambah, dan masyarakat berani melaporkan jika terjadi kekerasan atau pelecehan seksual,” tuturnya.
Kelompok usia anak disebut sebagai yang paling rentan mengalami kekerasan seksual. Oleh karena itu, Mila menekankan pentingnya peran orangtua dalam mengawasi anak secara intens.
“Komunikasi antara anak dan orangtua harus terjalin baik agar pengawasan lebih optimal,” tambahnya.
Mila juga menyoroti bahwa pada 2024, jumlah kasus kekerasan seksual mengalami penurunan. Menurutnya, banyak pelaku telah diproses hukum dan menjalani persidangan.
“Yang juga penting adalah bagaimana kondisi korban setelah kejadian, apakah ada perubahan perilaku, mau bersosialisasi lagi, serta bagaimana kesehatan fisik dan lingkungan sosialnya,” jelasnya.
Sebagai upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual, pihaknya telah mengembangkan aplikasi Sicakep, yang memungkinkan masyarakat melaporkan kasus secara langsung.
Editor: Bayu Mulyana