PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Pandeglang mencatat realisasi pendapatan asli daerah (PAD) baru mencapai 17,12 persen atau sekitar Rp29,3 miliar hingga 28 Maret 2025. Capaian tersebut diharapkan terus meningkat dan tercapai target pada akhir tahun ini.
Kepala Bapenda Pandeglang Ramadani mengatakan, capaian tersebut masih jauh dari target PAD tahun 2025 sebesar Rp171,5 miliar. Namun, menurutnya capaian triwulan pertama sudah melebihi target minimal.
“Triwulan pertama itu minimal targetnya 15 persen dan kita sudah melampaui karena sudah 17,12 persen,” kata Ramadani, Jumat 11 April 2025.
Ia menjelaskan, PAD yang terkumpul berasal dari 12 sektor pajak, termasuk dari opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
“Opsen PKB dan BBNKB Alhamdulillah sudah tercapai. Yang belum terealisasi 15 persen itu hanya dari Pajak bumi dan bangunan (PBB) dan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) saja,” jelasnya.
Ramadani menyebut meningkatnya realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dipengaruhi oleh tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak serta geliat pelaku usaha yang mulai bangkit.
“Walaupun secara teknis pengusaha besar di Pandeglang belum terlalu banyak, tapi dari sektor usaha kecil seperti UMKM dan ritel sudah mulai bergerak dan mereka cukup berkontribusi,” jelas.
Dia juga menyebut adanya pergerakan investor yang mulai membeli lahan di Pandeglang turut mendorong kenaikan pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
“Termasuk beberapa investor yang sudah beli tanah, makanya BPHTB-nya lumayan. Sampai 28 Maret, realisasinya sudah 28,72 persen,” tuturnya.
Ia mengaku optimistis sektor tersebut akan semakin berkembang, terutama jika proyek jalan tol selesai dibangun.
“Kalau tol selesai, para investor ini bakal mulai gerak di sektor pariwisata, pergudangan, ternak ayam, sampai udang,” sambungnya.
Ramadani menegaskan, pihaknya akan terus mengawal potensi pajak daerah agar target likuiditas kas daerah bisa tercapai.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik dari STIA Banten Agus Lukman Hakim menilai capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pandeglang sebesar 17,12 persen hingga Maret 2025 masih tergolong wajar. Menurutnya, capaian itu sejalan dengan fase awal tahun anggaran.
“Kan sekarang masih April, jadi aktivitas dari objek retribusi atau pajak daerah masih dalam proses. Biasanya di Januari-Februari Pemda lebih fokus pada laporan kegiatan kelembagaan,” kata Agus.
Namun, Agus menyoroti tantangan terbesar dalam menggenjot PAD, khususnya dari sektor retribusi daerah atau pajak daerah, yang menurutnya berkaitan dengan adanya stimulan atau daya tarik dari aset milik pemerintah daerah.
Ia mencontohkan aset wisata seperti Pemandian Cikoromoy dan Cisolong yang dikelola Pemda, perlu dikembangkan lebih optimal untuk bersaing dengan objek wisata serupa yang dikelola swasta.
“Contoh sederhananya, Wisata Pemandian Cisolong dan Gunung Torong itu sama-sama wisata air panas dan berdekatan. Tapi Gunung Torong punya atraksi lebih lengkap, jadi orang lebih tertarik ke sana. Yang cuma mau mandi air panas mungkin ke Cisolong, tapi yang punya uang lebih pilih ke Gunung Torong,” jelasnya.
Agus menyarankan Pemda memperkuat daya tarik wisata milik daerah agar bisa meningkatkan kontribusi terhadap PAD secara berkelanjutan.
Agus juga menilai potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor wisata seperti Pemandian Cisolong dan Cikoromoy masih belum tergarap maksimal. Ia menyebut banyak hal yang perlu dibenahi oleh Pemda.
“Kalau mau PAD-nya naik, harus ada stimulan dari Pemda untuk memperbaiki fasilitas pendukungnya. Hari ini, kelemahannya, Pemda ingin PAD naik tapi fasilitasnya kurang memadai. Ini jadi kendala,” ujarnya.
Menurutnya, Pemda harus menyusun skala prioritas untuk mendorong peningkatan PAD, baik dari sektor pajak daerah maupun retribusi.
“Selain itu, Pemda juga harus menyediakan alat pemantau transaksi pajak yang masuk, terutama di lokasi potensial seperti hotel dan restoran,” ujarnya.
Agus menyoroti masih tingginya potensi kebocoran PAD di sektor akomodasi karena kurangnya alat pemantau pendapatan.
“Kalau tamu nginap di hotel atau cottage, tapi nggak ada alat pemantau, bagaimana kita tahu pemasukan aslinya? Potensi lost-nya tinggi, dan ini harus jadi prioritas Pemda,” pungkasnya.
Editor: Mastur Huda