SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) RI, Yandri Susanto, akan mengusulkan mesin pengolah sampah yang bisa menghasilkan listrik untuk ditempatkan di Banten.
Sehingga, Provinsi Banten bisa menjadi pilot project pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTS), serta menyelesaikan persoalan sampah yang selama ini menjadi masalah serius di Banten.
Hal tersebut disampaikan oleh Yandri Susanto saat diwawancarai awak media usai deklarasi Desa Peduli Sampah di Desa Situterate, Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang, pada Jumat, 16 Mei 2025.
Dalam kegiatan bertajuk “Festival Bangun Desa Bangun Indonesia” tersebut, dihadiri pula oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriono, serta dimeriahkan oleh penampilan artis Ibukota, Charli Van Houten.
Yandri mengatakan, deklarasi Desa Peduli Sampah tersebut merupakan momentum untuk mengubah cara pandang masyarakat desa agar bisa melihat nilai manfaat dari sampah.
“Jadi sampah itu bisa menjadi barang berharga. Contoh, pameran BUMDes itu rata-rata dari sampah yang dikelola menjadi barang berharga,” katanya.
Pemerintah Pusat, bahkan berencana akan mengubah sampah-sampah yang saat ini menumpuk menjadi sumber energi listrik, sehingga masyarakat bisa memiliki cara pandang berbeda terhadap sampah di lingkungan mereka.
“Pemerintah akan mengubah sampah itu menjadi energi listrik. Tapi karena energi listrik itu butuh bahan baku yang banyak, perlu kebersamaan atau perlu kepedulian masyarakat. Jangan lagi masyarakat buang sampah di sungai-sungai, di sawah-sawah, di kebun-kebun atau di selokan-selokan, dikumpulkan sampahnya, dipilah sampah plastik, sampah organik, anorganik,” ujarnya.
Dia pun berencana akan menjadikan Banten sebagai pilot project untuk pengelolaan sampah menjadi energi listrik.
Yandri mengaku akan mengusulkan ke Pemerintah Pusat agar alat pengolah sampah menjadi energi listrik bisa ada di Banten
“Nanti Banten kita usulkan kepada Pemerintah Pusat supaya salah satu mesin pengelolaan sampah yang akan dijadikan energi listrik, itu salah satu di Banten nanti,” ujarnya.
Untuk lokasinya, Yandri akan memilih wilayah yang memiliki produksi sampah tertinggi, sehingga bisa lebih mendekatkan terhadap bahan baku untuk mengolah sampah.
“Di mana pusat sampah paling besar di situ untuk lokasi mesinnya, supaya mungkin bahan bakunya tidak terlalu jauh, kontinuitasnya terjaga dan sebagainya. Nanti kalau sudah dirubah menjadi listrik itu akan cepat mengurai proses sampah,” ujarnya.
Namun demikian, dia tetap meminta kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya mengelola sampah di lingkungannya masing-masing, yakni dengan memilah sampah-sampah organik dan anorganik yang dihasilkan.
“Tapi tidak lupa juga BUMDes atau UMKM tetap bisa selamat dengan cara dari rumah tangga memilah-milah sampah-sampah yang bisa dijadikan bahan kerajinan,” ujarnya.
Menanggapi soal Kabupaten Serang yang sampai saat ini belum memiliki TPSA, Yandri mengatakan jika pembangunan TPSA bukanlah solusi satu-satunya untuk menyelesaikan persoalan sampah.
“TPS itu penting tapi bukan solusi sekarang. Karena kalau menumpuk, sampah itu tidak menjadi solusi. Makanya Pemerintah Pusat, arahan bapak Presiden Prabowo, sampah ini mesti kita urai. Salah satunya untuk energi listrik, untuk biomas, pupuk, atau untuk kerajinan UMKM, sehingga bisa jadi sumber ekonomi, tegasnya.
Untuk itu, pihaknya akan mendorong agar setiap desa memiliki bank sampah supaya nantinya masyarakat bisa mendapatkan manfaat langsung dari sampah.
“Nanti dari situ kita kumpulkan di bank sampah, baru kita salurkan. Mungkin yang buat pupuk kita kasihkan bahan organik. Yang mungkin perlu magot ini ada bahan bakunya. Yang untuk listrik ini bahan bakunya. Kita jual lagi pada yang mau beli,” ujarnya.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriono mengatakan, produksi sampah di Indonesia sangat besar dan menjadi persoalan karena belum terkelola dengan baik.
“Per tahunnya itu 56 juta ton, kalau 50 juta ton itu ditumpuk, itu bisa seperti gedung 18 tingkat. Belum lagi sampah yang numpuk. Sampah yang numpuk itu 1,72 miliar ton. Nah, sayangnya hanya sedikit dari sampah yang kita produksi per tahun yang dapat dikelola. Yang dikelola itu hanya sekitar 39 persen,” katanya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, pihaknya saat ini tengah mendorong pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTS) yang diyakini mampu mengurangi volume sampah dan ramah lingkungan.
“Kita juga meminta agar open dumping itu distop sehingga sampah tidak menumpuk. KLH pun dengan Kemendes melakukan penandatangan MoU untuk pengelolaan sampah,” ujarnya.
Editor: Agus Priwandono