CILEGON, RADARBANTEN.CO.ID – Direktur Bisnis Bank Perkreditan Rakyat Syariah Cilegon Mandiri (BPRS-CM), Yoyo Hartoyo, mengungkapkan bahwa risiko kredit macet masih menjadi tantangan dalam penyaluran pinjaman kepada pelaku usaha mikro di Kota Cilegon.
Hal itu disampaikan usai penyaluran dana bergulir dalam program 100 hari kerja Walikota Robinsar dan Wakil Walikota Fajar Hari Prabowo, Kamis 22 Mei 2025.
Menurut Yoyo, sebagian kecil peminjam memiliki karakter yang kurang baik, bahkan ada yang sulit dilacak karena berpindah-pindah tempat tinggal.
“Saat penyaluran, data dan KTP mereka jelas warga Cilegon. Tapi dalam perjalanannya, ada yang pindah rumah tanpa pemberitahuan, bahkan ada yang kabur. Itu tentu menyulitkan proses penagihan,” ungkap Yoyo.
Meski begitu, ia memastikan rasio kredit bermasalah (Non Performing Financing/NPF) di BPRS-CM masih dalam batas aman. Salah satu strategi bank untuk menekan risiko macet adalah dengan memperketat proses survei dan seleksi calon debitur.
“Kami hanya memproses warga Cilegon yang punya usaha aktif dan rekam jejak keuangan yang baik. Karena ini sudah ranah perbankan, maka aturan mainnya juga mengikuti perbankan,” jelasnya.
Dalam kasus peminjam yang usahanya masih berjalan namun mengalami penurunan pendapatan, BPRS-CM membuka opsi restrukturisasi pinjaman.
“Kalau dulunya bisa bayar Rp100 ribu per bulan lalu sekarang hanya sanggup Rp50 ribu, kami bisa akadkan ulang agar tetap bisa melunasi. Kami sesuaikan dengan kemampuan finansialnya,” terang Yoyo.
Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan restrukturisasi hanya berlaku bagi debitur yang masih menunjukkan itikad baik.
“Kalau usahanya sudah tutup, tempat tinggalnya tidak jelas, dan tidak ada itikad membayar, satu-satunya langkah yang bisa kami lakukan hanya penagihan. Karena pinjaman ini tidak pakai jaminan, kami tidak bisa mengeksekusi aset apapun,” kata dia.
Reporter: Adam Fadillah
Editor: Aditya











