SERANG – Memasuki ulang tahun ke-7, Kota Serang masih dinilai kurang bersolek dan masih terkesan kumuh dengan banyak pojok kota yang tidak terawat. Padahal sebagai kota yang masih belia, Kota Serang seharusnya senang bersolek untuk mempercantik diri dan membuat nyaman warga di dalamnya.
Pemerhati Budaya dari Komunitas untuk Perubahan Budaya Muhamad Al-Faris melihat kenyamanan merupakan masalah serius yang dihadapi masyarakat kota yang baru berkembang. Aktivitas warga yang sibuk bekerja, akan menjadi bumerang apabila tidak tersedia ruang yang nyaman untuk melepas lelah.
“Kenyamanan warga kota itu perlu sekali. Kalau tidak begitu tingkat stres makin tinggi. Makanya mulai ada macet sedikit saja di Kota Serang orang akan cepat emosi. Terutama para pendatang dari kota yang sebelumnya sudah jenuh dengan kemacetan,” terang Al-Faris kepada radarbanten.com saat ditemui di Sekretariat Kubah Budaya, Minggu (10/8).
Di Kota Serang sendiri, saat ini, menurutnya, kenyamanan itu yang tidak didapatkan warganya. “Kita keluar rumah saja sudah tidak nyaman karena panas. Pohon-pohon tidak melindungi pengendara dari sengatan matahari. Sesampai di kantor memang ada AC tapi itu makin membuat orang malas keluar dan tidak nyaman di luar,” paparnya.
Sedangkan, kata dia, kenyamanan ruang terbuka sangat diperlukan warga kota yang maju. “Karena dari pertemuan antar-warga di kota yang nyaman lah gagasan kreatif warga bisa muncul untuk mengembangkan kota dengan aktivitas positif,” jelasnya.
Hal lain, terkait tindak kriminal seperti geng motor di Kota Serang, kata dia, karena pemerintah tidak menyediakan ruang nyaman bagi anak muda yang cenderung memilih saling klaim pojokan-pojokan kota. “Padahal kalau ada pemanfaatan pojokan kota secara baik, hal negatif semacam itu bisa dihindari,” jelasnya.
Sementara itu, menurut arsitek sekaligus Pengamat Tata Kota Mukoddas Syuhada, Kota Serang mengalami perubahan yang cukup cepat walaupun tidak pesat. Mukoddas melihat mall, ruko, pasar modern, tempat makan cepat saji sudah mulai hadir di Kota Serang. Bahkan infrastruktur jalan yang menjadi jalan utama maupun pendukung perkotaan sudah mulai diperlebar.
“Namun sangat disayangkan, perubahan kota tersebut tidak diimbangi dengan suatu konsep tata kota yang bisa membahagiakan masyarakatnya. Perkembangan kotanya cenderung mengikuti perkembangan kota-kota di Indonesia yang gagal secara tata kota,” jelas lelaki yang akrab disapa Das, ini melalui sambungan telpon.
Das menilai tata kota di Kota Serang tidak memiliki identitas dan karakter yang khas. “Padahal Kota Serang berpotensi menjadi gerbang peradaban nusantara di sebelah barat gerbang itu bisa dimulai di daerah Karangantu, Teluk Banten yang dulu terkenal sebagai pelabuhan internasional jaman Kesultanan Banten (konsep ini sudah dituangkan dalam RTBL tahun 2012-red),” ujarnya.
Hal yang dilupakan pemerintah saat ini menurut Das, telah mengalihfungsikan persawahan dan perkebunan menjadi perumahan dan perkantoran serta mall. “Harus diingat bahwa kata Serang itu artinya sawah,” katanya.
Ditambahkan Das, jika di sebelah utara Kota Serang dikuatkan konsep kota pelabuhannya, maka di sebelah selatan dikuatkan konsep agrowisatanya.
Lebih dari itu, kata Das infrastruktur pelabuhan yang merupakan warisan zaman Kesultanan Banten dan Belanda seperti saluran, danau, irigasi, kanal, pasar, benteng, komplek kesultanan, perkampungan, persawahan, tambak, stasiun dan jalur kereta api, seharusnya Pemerintah Kota Serang merevitalisasi warisan tersebut dengan cepat. (Wahyudin)***