SERANG – Program pengobatan gratis bagi masyarakat miskin dengan menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) yang digulirkan Pemprov Banten di bawah kepemimpinan Wahidin Halim-Andika Hazrumy terus dimatangkan.
Gubernur Wahidin Halim mengatakan, masih butuh proses untuk merealisasikan program unggulan yang dijanjikan semasa kampanye di Pilgub 2017. “Semua butuh waktu,” katanya seusai salat Jumat (9/6) di Masjid Raya Albantani, Kawasan Pusat Pemprov Banten (KP3B), Curug, Kota Serang.
Pembenahan sistem dan akurasi data warga miskin masih menjadi upaya pembenahan utama. Belum lagi akses masyarakat Tangerang Raya yang jauh menjangkau rumah sakit yang ditunjuk melakukan pelayanan kesehatan gratis. “Ya itu kan dari berbagai sumber data. Mulai data dari kemiskinan dan data BPJS, kan harus diintegrasikan,” kata pria yang akrab disapa WH.
Menurutnya, persoalan data masih menjadi kendala. Sebab, ini berkaitan dengan teknis pelaksanaan program agar tepat sasaran. “Memang kelemahan kita dalam soal data. Makanya harus kita validasi. Ada koordinasi, konsolidasi dan validasi soal data,” kata mantan Walikota Tangerang ini.
Di bagian lain, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Beppeda) Banten sedang melakukan focus grup discusion (FGD) terkait program tersebut. Hadir dalam FGD yakni Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Pihak Bappeda juga mengundang perguruan tinggi dan lembaga yang bergerak di bidang riset dan kajian.
Diskusi memfokuskan pada pemetaan potensi masalah pelaksanaan program dan upaya mengatasinya. Termasuk penajaman strategi penanggulangan kemiskinan daerah 2017-2022 berbasis data terpadu perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan.
Plh Sekretaris Bappeda Rohili meminta pihak terkait agar merumuskan secara terperinci rencana pelaksanaan program kesehatan untuk masyarakat miskin itu. “Selain data akurat mengenai penduduk miskin, keinginan gubernur terpilih program ini bisa dilaksanakan,” katanya.
Meski belum direalisasikan secara penuh, Pemprov Banten sudah menganggarkan Rp 23 miliar untuk uji coba program tersebut di dua rumah sakit. Yakni, RSUD Banten dan RSUD Malingping. “RSUD Banten dan Malingping jarak yang jauh jadi kendala. Apakah harus kerja sama dengan puskesmas setempat. Karena warga Tangerang terlalu jauh ke Serang. Ini yang harus dirumuskan bersama,” kata Rohili.
Kasi Pembiayaan dan JKN Dinkes Banten Dendi mengatakan, saat ini dana alokasi untuk pengobatan masyarakat miskin selalu terserap habis. Bahkan tidak jarang membengkak dari alokasi awal. “Perlu ada pergub supaya tidak overbudgeting. Karena SKTM (surat keterangan tidak mampu-red) ini serapannya tinggi dan nggak akan cukup. Pasti habis berapa pun dianggarkan. Kami tidak punya data penduduk miskin. Tugas kami hanya membayar,” katanya.
Dari jumlah penduduk miskin di Banten penerima bantuan iuran (PBI) sendiri mencapai angka 2,6 juta jiwa. Kasi Informasi Kependudukan pada Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Banten Yulia Rehan Faradisa menemukan perbedaan data antara pihaknya dengan BPS.
Kata dia, jika pihaknya menentukan jumlah penduduk Banten berdasarkan Kartu Keluarga dan pemegang KTP-el, maka BPS menghitung semua orang baik penduduk Banten maupun warga non permanen. “Kalau kita acuannya pada NIK (nomor induk kependudukan),” ujarnya.
Kendati demikian, dua rumah sakit yakni RSUD Malingping dan RSUD Banten sudah bisa melakukan pelayanan kesehatan gratis. Mengenai Peraturan Gubernur (Pergub) akan menyusul setelah data sudah tervalidasi baik. (Supriyono/RBG)