LEBAK – Ratusan masyarakat melakukan Ngaseuk kacang kedelai di Baduy Festival 2017 di Desa Bojong Menteng, Kecamatan Leuwidamar, Rabu (20/12).
Ngaseuk adalah salah satu tahapan dari proses bercocok tanam masyarakat budaya Baduy, yang sampai saat ini masih mempertahankan pola pertanian atau berladang tradisional, dimana masyarakat baduy melakukannya di atas lahan kering dan Ngaseuk juga bisa disebut dengan ngahuma. Bentuk kegiatan ngaseuk yaitu dengan melubangi tanah menggunakan media tongkat kayu yang pada ujungnya telah diruncingkan. Pada umumnya kegiatan ini dilakukan secara bergotong-royong, terutama untuk menggarap lahan huma milik lembaga adat atau tokoh adat (jaro tangtu dan jaro dangka).
Kegiatan Baduy Festival 2017 ini juga dihadiri Sekretaris Daerah Pemkab Lebak Dede Jaelani beserta jajaran Forkopimda, Kementerian Pariwisata RI dan Dinas Pariwisata Provinsi Banten dan para pelaku pariwisata.
“Seperti kita ketahui bersama Kabupaten Lebak memiliki warisan budaya yang sudah melegenda yaitu kearipan lokal masyarakat suku baduy, tatanan masyarakat suku baduy inilah yang menjadikan keunikan tersendiri di jaman moderen seperti sekarang ini dengan tidak terpengaruh apapun dari luar dan tetap memegang teguh adat istiadat yang telah diwariskan oleh para leluhurnya,” kata Sekda Lebak Dede Jaelani di Baduy Festival 2017, Rabu (20/12).
Dede menjelaskan, masyarakat Baduy mempunyai prinsip yang kuat, yakni prinsipnya ‘gunung teu meunang di lebur, lebak teu meunang di rusak’ (gunung tidak boleh dihancurkan, lembah tidak boleh dihancurkan) merupakan komitmen masyarakat baduy dalam menjaga dan mengelola sumber daya alam, seperti budaya Ngaseuk ini. Hal ini wajib menjadi rujukan dan pembelajaran semua pihak dalam menata, mengatur dan mengimplementasikan tatakelola sumber daya alam agar mampu memberikan manfaat untuk kesejahteraan masyarakat. (Omat/twokhe@gmail.com).