SERANG – Kasus human immunodeficiency virus dan acquired immune deficiency syndrome (HIV AIDS) seperti fenomena gunung es. Kasusnya terus mengalami peningkatan. Belum genap setahun, temuan kasus baru di Provinsi Banten mencapai 590 kasus.
Temuan ini hasil dari program dukungan pendampingan yang dilakukan Yayasan Kotex Banten selama Januari hingga Oktober 2019. “Total keseluruhan se-Banten sejak 2010 yang kita beri dukungan ada 2.771 ODHA (orang dengan HIV AIDS-red),” kata petugas pendamping dari Yayasan Kotex Banten Selvi Farianti saat memberikan paparan materi pada lokakarya penulisan pemberitaan HIV AIDS bagi jurnalis se-Banten, di Hotel Horison Ultima Ratu Serang, Kota Serang, Senin (21/10).
Selvi tidak menjelaskan detail kasus per wilayah. Ia hanya mengatakan, lebih banyak menangani kasus di wilayah Kabupaten Serang. “Total se-Banten kasus ODHA baru ada 590 kasus,” katanya.
Meski kasusnya cukup tinggi, Selvi mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir. Sebab, HIV bukan penyakit yang menular secara mudah.
Menurutnya, tingginya penularan ini diakibatkan dengan beberapa faktor. Di antaranya, penyimpangan seksual, bergonta-ganti pasangan, dan pemakaian obat-obatan terlarang dengan menggunakan jarum suntik secara bergantian.
Selvi juga menyebut HIV AIDS bukan penyakit menular yang berbahaya seperti yang dibayangkan masyarakat. “Ini hanya stigma masyarakat dan ini menjadi tugas kami dalam menangani itu,” ucapnya.
Sementara itu, Komisi Penanggulangan HIV AIDS Banten mencatat kasus komulatif HIV sudah mencapai 5.099 jiwa dan AIDS sebanyak 2.238. Dari kasus tersebut tercatat ada 403 meninggal dunia.
Sekretaris II Komisi Penganggulangan AIDS (KPA) Provinsi Banten Santoso Edi Budiono mengatakan, kasus HIV AIDS bukan saja masalah kesehatan, akan tetapi masalah psikososial. “Kasus seperti fenomena gunung es yang hanya tampak dari pucuknya saja,” katanya.
Menurutnya, perlu ada dua program pencegahan dan penatalaksanaan. Sebab, keberhasilan program butuh dukungan mitra kerja dan bukan hanya tugas jajaran kesehatan saja. Keberhasilan program penanggulangan epidemi sangat tergantung pada kepemimpinan di semua level. Tapi, stigma dan diskriminasi jadi hambatan yang utama,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Provinsi Banten Ati Pramudji Hastuti mengajak agar semua pihak tidak melakukan diskriminasi terhadap ODHA. “ODHA bukan seorang yang harus dihindari, apalagi diasingkan karena mereka pun memiliki hak untuk bisa bersosialisasi,” katanya.
Tugas media, ucap Ati, bukan untuk menghakimi dan membuat mereka menjadi menutup diri dari lingkungan. Namun, ikut memberikan pendidikan kepada masyarakat menjauhi virusnya, bukan menjauhi orangnya. “Itu memang akibat perilaku mereka, tapi kita pun harus membantu mereka,” ujarnya.
Kata Ati, bukan dengan membiarkan mereka dan mengasingkannya. “Peran media sangat penting, memberitakan boleh, tapi jangan sampai membuat mereka merasa dihakimi,” katanya. (ken/air/ira)