CILEGON – DPRD Kota Cilegon mendukung keberatan buruh di Kota Cilegon terhadap sejumlah pasal yang tertuang dalam Undang – Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Sikap legislatif tersebut ditunjukan saat Komisi II DPRD Kota Cilegon menggelar hearing dengan sejumlah perwakilan buruh di ruang Komisi II DPRD Kota Cilegon, Senin (3/2).
Pantauan Radar Banten, dalam pertemuan yang dipimpin oleh Sekretaris Komisi II DPRD Kota Cilegon Qoidatul Sitta tersebut DPRD Kota Cilegon mengeluarkan tiga poin sebagai bentuk pernyataan sikap.
Pertama, secara moral DPRD Kota Cilegon sangat merespon baik atas tuntutan keberatan/penolakan yang disampaikan oleh buruh yang berhimpun di DPC FSP KEP Kota Cilegon tentang draft RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang merupakan kewenangan pemerintah pusat dan DPR RI.
Kedua, memohon kepada DPR RI agar mencermati secara komprehensif draft RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebelum disahkan serta mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan sebagaimana yang disampaikan DPC FSP KEP Kota Cilegon agar tidak ada pasal-pasal yang berpotensi merugikan masyarakat khususnya buruh.
Poin ketiga, memohon kepada DPR RI agar melibatkan pihak serikat pekerja dan serikat buruh dalam pembahasan RUU tersebut demi terwujudnya iklim usaha yang kondusif.
“Ini kan kewenangan pemerintah pusat, kami hanya menjembatani antara buruh di Kota Cilegon dengan pemerintah pusat,” ujar Sitta usai hearing.
Menurut Sitta, hal yang paling disoroti oleh buruh Kota Cilegon pada draft RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja itu adalah terkait aturan memperkerjakan Warga Negara Asing (WNA) untuk pekerjaan yang bersifat non skill.
Komisi II DPRD Kota Cilegon telah mencatat semua hal yang dikeluhkan oleh buruh, dan akan membawa hal tersebut ke pemerintah pusat melalui forum Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (Adeksi).
Sementara itu, Ketua FSP KEP Kota Cilegon Rudi Sahrudin menuturkan, aturan memperkerjakan WNA yang tertuang di dalam draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tersebut dianggap buruh sangat merugikan masyarakat khususnya para buruh.
Selain terkait memperkerjakan WNA untuk pekerjaan non-skill, dalam draf itu pun WNA bisa menduduki jabatan personalia, serta pekerjaan core bisnis bisa dilakukan oleh tenaga kontrak.
“Core bisnis kan biasanya dipegang oleh karyawan organik, ini boleh dikerjakan oleh tenaga kontrak, ini bisa mengancam karyawan organik juga,” paparnya.
Selanjutnya, dalam draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja pun batasan kontrak kerja untuk WNA selama dua tahun dan didampingi oleh tenaga kerja dari dalam negeri direvisi.
“Nanti dengan ada omnibus ini cuma jadi jongos, semua pekerjaan dipegang orang asing,” ujar Rudi.
Rudi mengaku berterima kasih kepada DPRD Kota Cilegon yang mau mengakomodir tuntutan para buruh, ia berharap pemerintah pusat pun melakukan hal yang sama. Jika tidak, buruh mengancam akan melakukan aksi besar-besaran di Jakarta. (Bayu Mulyana)