RADARBANTEN.CO.ID – Keterwakilan perempuan di parlemen masih menghadapi sejumlah tantangan, baik internal maupun eksternal. Padahal sebagai warga negara, kaum perempuan dijamin konstitusi termasuk hak untuk berpartisipasi di bidang politik. Bahkan jaminan terhadap hak politik kaum perempuan tidak hanya di tingkat nasional, tapi juga di tingkat global seperti konvensi hak-hak politik wanita dalam piagam Perserikatan Bangsa-bangsa dan pada konvensi diskriminasi terhadap perempuan (convention on the elimination of all forms discrimination against women).
Kendala internal yang dihadapi perempuan antara lain terbatasnya jumlah perempuan yang mempunyai kualitas yang mumpuni di bidang politik dan rasa kurang percaya diri untuk bersaing dengan laki-laki. Sementara itu, kendala eksternal antara lain kultur masyarakat Indonesia yang cenderung patriarki, terbatasnya kemauan politik elit partai untuk membuka ruang yang luas bagi keterlibatan kaum perempuan, dan sikap sebagian kaum laki-laki yang meremehkan kaum perempuan di bidang politik.
Beberapa kendala itulah yang memberi kesan bahwa politik didominasi oleh kaum laki-laki saja. Hal tersebut memunculkan kebutuhan untuk melakukan akselerasi peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum, memuat ketentuan agar partai politik menyertakan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% dalam kepengurusan partai politik tingkat pusat juga menyertakan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% dalam pengajuan calon anggota DPR,DPD, dan DPRD. Undang-undang terbaru pun yakni Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017, memuat hal yang sama.
Komposisi perempuan anggota DPRD Provinsi Banten dalam 3 kali pemilu adalah :
- Hasil pemilu tahun 2009 : 14 kursi (16,5%)
- Hasil pemilu tahun 2014 : 16 kursi (18,82 %)
- Hasil pemilu tahun 2019 : 15 kursi (17,65 %) .
Dari 85 kursi tersedia. Dari data tersebut, memperlihatkan fluktuasi perolehan kursi perempuan pada DPRD Provinsi Banten.
Keterwakilan perempuan dalam kancah publik merupakan aspek penting dalam percepatan pencapaian kesetaraan dan keadilan gender. Dengan ikut berpartisipasinya perempuan dalam politik, diharapkan perempuan dapat mengakses sumber daya pembangunan hingga dapat menyuarakan aspirasi dan hak-haknya.
Dapat dikatakan bahwa klausul dalam undang-undang yang menyarankan partai politik untuk mengajukan 30% proporsi untuk kaum perempuan merupakan kemajuan besar bagi perjuangan kaum perempuan dalam dunia politik.
BAGAIMANA PEREMPUAN HARUS MEMAKNAI PEMILU?
Pemilu pada hakekatnya adalah perwujudan kedaulatan rakyat sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakil wakil yang akan berfungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat,membuat udang-undang sebagai landasan bagi semua pihak di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing, serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja utuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut.
Salah satu sarana penting partisipasi politik adalah setiap warga negara dapat menyalurkan aspirasi dan keinginan serta memberikan dua pilihan bagi warga negara, yaitu satu, mengajukan diri atau mencalonkan diri sebagai seorang calon yang akan dipilih dalam pemilu, dan dua,memberikan pilihan kepada calon yang didukungnya berdasarkan kapasitas dan kemampuan calon tersebut.
Namun tidak boleh dilupakan, ada kewajiban dasar bagi kita semua sebagai warga negara untuk mensuksesan Pemilu. Perempuan dan laki-laki mendapat peluang yang sama untuk mendapatkan informasi tentang calon-calon wakil rakyat yang harus dipilih.
Dengan demikian, pengalaman berdemokrasi telah membawa perempuan ”melek” politik dan mampu mengambil keputusan sendiri dalam menentukan sikap politiknya.
Hindarkan tindakan-tindakan yang dapat menghancurkan integritas dan kredibilitas calon legislatif, karena tindakan semacam itu merupakan tindakan yang merugikan bagi caleg dan partai politik yang bersangkutan.
KEBIJAKAN UNTUK MEWUJUDKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN 30%
- Merubah dan memperbaharui nilai-nilai budaya dan polapikir (mindset) atau paradigma para pelaku pembangunan kearah terciptanya tata pemerintahan yang responsif gender.
- Memperkuat kapasitas perempuan di semua aspek terutama dalam menggunakan hak sipil dan politik.
- Meningkatkan keterwakilan perempuan dalam struktur dan proses pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan.
- Membangun dukungan politik untuk memfasilitasi perempuan untuk menjadi pemimpin politik dan pejabat publik.
- Menggalang kekuatan demokratis dan jaringan strategis di kalangan ormas sipil dan ormas peduli perempuan untuk memperjuangkan peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik.
- Merubah/merevisi berbagai peraturan perundang-undangan untuk menjamin keterwakilan perempuan dalam politik dan jabatan publik.
STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN 30% PEREMPUAN : SIAPA MELAKUKAN APA?
- Peran Partai Politik :
a. Menginventarisis kader-kader perempuan potensial di bidang politik dan memberikan peluang serta kesempatan untuk duduk dalam kepengurusan partai.
b. Memberikan pendidikan politik pada kader perempuan yang ada di partai masing-masing. - Peran Perempuan kader Partai Politik :
a. Meningkatkan kualitas,kapasitas dan kompetensi diri sehingga mampu bersaing secara sehat,meyakinkan partai bahwa perempuan layak untuk dipilih sam ahal nya dengan laki laki.
b. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan politik (misalnya public speaking dan komunikasi efektif). - Peran Perempuan anggota Partai Politik :
Meyakinkan dan mampu mempengaruhi partai politiknya untuk mengubah AD/ART yang tidak atau kurang mendukung keterwakilan perempuan. - Peran Masyarakat Pemilih :
Harus menggunakan hak pilihnya sebagai warga negara yang baik dengan memberikan dukungan kepada calon anggota legislatif perempuan atau laki laki yang berkualitas dan memiliki wawasan gender, mengikuti pendidikan politik. - Peran Media Massa :
Membangun opini masyarakat tentang dukungan bagi keterwakilan 30 persen perempuan dalam legislatif.(adv)