SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten mengaku sulit untuk mengembalikan uang Rp14,1 miliar dari alokasi hibah tahun 2018.
Selain uang tersebut tidak sedikit juga karena dana tersebut telah digunakan untuk keperluan FSPP Banten dan pondok pesantren (ponpes).
“Saya kira sulit kalau harus dikembalikan karena uang itu sendiri telah digunakan untuk membangun pondok pesantren seperti toilet, ruang kelas dan sebagainya. Kalau toh mau dikembalikan masa kita harus kembalikan batu batanya,” kata kuasa hukum FSPP Banten Wahyudi, Kamis 26 Januari 2023.
Wahyudi mengungkapkan, dirinya tidak sependapat dengan putusan kasasi tersebut. Sebab, kerugian negara sebesar Rp14,1 miliar yang disebutkan sebenarnya tidak ada. Alasannya, FSPP Banten mempunyai bukti laporan pertanggungjawaban dana hibah ponpes.
“Kita diminta untuk bertanggungjawab atas hibah uang terhadap 563 ponpes dengan nilai Rp11,260 miliar. Hibah uang untuk ponpes tersebut dianggap tidak dapat dipertanggungjawabkan padahal kami punya SPJ-nya (surat pertanggungjawaban-red). SPJ-nya ada di FSPP silakan kalau teman-teman media mau lihat,” kata Wahyudi.
Terkait dengan hibah uang yang tidak seharusnya diterima FSPP senilai Rp2,8 miliar, Wahyudi mengungkapkan, hal tersebut juga tidak benar. Menurut pria yang akrab Yudi tersebut, penerimaan hibah itu terdapat masalah. Sebab, sejak tahun 2002 FSPP Banten telah mendapatkan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Banten.
“Tapi kenapa tahun 2018 ini jadi masalah? Kan jadi pertanyaan juga bagi kita, ada apa ini?. Dana itu (hibah FSPP-red) sebenarnya untuk operasional di FSPP,” kata Wahyudi didampingi Ketua FSPP Banten KH Wawan Gunawan serta pengurus FSPP tingkat provinsi dan kabupaten kota di Banten.
Wahyudi mengungkapkan, dirinya telah mengkaji putusan kasasi tersebut. Dari hasil kajiannya, tidak ada satupun frasa dalam amar putusan yang menyatakan bahwa FSPP Banten diperintahkan untuk mengembalikan kerugian negara dari alokasi dana hibah.
“Bahwa dalam Putusan Pengadilan Negeri Serang sampai tingkat kasasi Mahkamah Agung, tidak terdapat satupun frasa dalam amar putusan, yang menyatakan bahwa FSPP Provinsi Banten diperintahkan oleh majelis hakim untuk pengembalian dana hibah yang menjadi kerugian dalam objek perkara,” kata Wahyudi.
Wahyudi mengatakan, berdasarkan putusan pengadilan sanksi pidana dan kerugian negara hanya dibebankan kepada para terdakwa.
“Sebagaimana dalam putusan pengadilan sanksi pidana dan pertanggung jawabannya hanya kepada para terdakwa secara individu,” ujar Wahyudi.
Sebelumnya, MA menyatakan FSPP Banten turut bertanggungjawab atas kasus korupsi hibah untuk ponpes tahun 2018 senilai Rp66,280 miliar. Hal tersebut terungkap dalam putusan kasasi terhadap mantan Kepala Biro Kesra Provinsi Banten Irvan Santoso.
Berdasarkan putusan kasasi yang diputuskan pada Kamis 13 Oktober 2022, Ketua Majelis Hakim Kasasi Suhadi menyatakan FSPP Banten harus bertanggungjawab atas kerugian negara sebesar Rp14,1 millar.
“Kerugian keuangan negara dalam pemberian hibah TA (tahun anggaran-red) 2018 adalah sejumlah Rp14,1 miliar menjadi beban dan tanggungjawab FSPP dalam pengembalian,” kata Suhadi dalam amar putusan kasasi dikutip RADARBANTEN.CO.ID, Selasa 24 Januari 2023.
Dalam rinciannya putusan kasasi tersebut, hakim menyatakan bahwa terdapat hibah uang untuk FSPP Banten yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp2,8 miliar. Sedangkan sisanya berupa hibah uang kepada 563 ponpes sebesar Rp11,260 miliar.
“Bantuan hibah uang TA 2018 yaitu uang yang seharusnya tidak diterima FSPP sejumlah Rp2,840 miliar ditambah dengan pemberian hibah uang kepada 563 ponpes yang tidak dapat dipertanggungjawabkan FSPP sejumlah Rp11,260 miliar,” kata Suhadi.
Sementara terkait dengan hibah ponpes tahun 2020 sebesar Rp117, 780 miliar, Suhadi menyatakan kerugian negara sebesar Rp5,256 miliar menjadi tanggungjawab dari Tb Asep Subhi sebagai pimpinan dan 172 ponpes.
“Sebanyak 172 pondok pesantren telah menerima hibah tahun 2020 yang tidak memenuhi syarat tidak tercatat dalam Database EMIS Kanwil Kemenag Banten dan tidak memiliki izin operasional Kementerian Agama,” ungkap Suhadi.
Dalam amar putusan tersebut, MA berpendapat bahwa alasan kasasi penuntut umum dan terdakwa Irvan Santoso tidak dapat dibenarkan karena hakim tidak salah menerapkan hukum.
Berdasarkan saksi, ahli, para terdakwa di persidangan diperoleh fakta bahwa Irvan Santoso selaku Kepala Biro Kesra dan terdakwa II Toton Suriawinata sebagai Ketua Tim Evaluasi dalam kegiatan hibah ke FSPP tahun 2018 dan 2020 ke ponpes tidak melaksanakan tugas sebagaimana kewenangan.
“Tidak melakukan evaluasi terhadap proposal permohonan hibah dari pondok pesantren, tidak melakukan survei ke lapangan tetapi menerima data dari FSPP,” tutur Suhadi.
Data ponpes tersebut menurut hakim MA juga tidak akurat karena terdapat penerima hibah yang tidak ada di Aplikasi Data EMIS. Termasuk pesantren yang tidak memiliki Ijin Operasional (IJOP) Kementerian Agama. (*)
Reporter: Fahmi Sa’i
Editor: Aditya