SERANG,RADARBANTEN.CO.ID-Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Serang Sarudin membantah menerima suap atau gratifikasi senilai Rp400 juta dari seorang pengusaha.
Bantahan Sarudin tersebut disampaikan oleh Kabag Hukum Setda Kabupaten Serang, Lalu Farhan. Menurut Farhan, gratifikasi atau suap senilai Rp400 juta diberikan pengusaha terkait dua proyek di Pemkab Serang masuk ke rekening perusahaan bukan kepada Sarudin.
“Uang Rp 400 juta itu ke perusahaan orang lain,” ujar Farhan kemarin.
Disinggung mengenai pemilik perusahaan tersebut teman dekat Sarudin, Farhan mengaku tidak mengetahuinya. Sebab, kata dia, informasi tersebut sudah masuk ke ranah pribadi.
“Saya gak tahu soal itu karena urusan pribadi. Saat itu, saya juga bukan di bagian hukum (ditempatkan di bagian hukum-red),” ungkap Farhan.
Farhan menjelaskan, kasus dugaan gratifikasi atau suap itu berawal pada 2016 lalu. Kasus itu kata dia berkaitan masalah utang piutang antara investor dan perusahaan.
“Yang saya tahu ini tentang utang piutang awalnya,” ungkap Farhan.
Farhan mengaku dirinya belum mengetahui persis kronologi kasus tersebut. Namun, berdasarkan informasi yang dia terima kasus itu berawal dari masalah utang piutang yang berlanjut ke perjanjian proyek di Pemkab Serang.
“Saya juga belum mengetahui persoalannya (kronologis lengkapnya-red),” ungkap Farhan.
Meski tidak mengetahui kronologis persoalannya, Farhan mengungkapkan, bahwa investor yang dijanjikan mendapat proyek tersebut sempat menanyakan informasi paket pekerjaan itu kepada Sarudin.
Kepada investor tersebut, Sarudin membenarkan bahwa ada proyek di BPKAD Kabupaten Serang. “Saat itu Pak Sarudin menyatakan bahwa kegiatan itu ada, makanya investor ini berani memberikan uang,” ungkap Farhan.
Sementara itu, Plh Kajari Serang, Adyantana Meru Herlambang, mengaku tidak mempersoalkan bantahan tersebut. Sebab, menurut dia, tersangka mempunyai hak untuk mengingkari atau tidak mengakui tindak pidana yang disangkakan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 52 KUHAP. “Dalam KUHAP (Pasal 52-red) hak tersangka untuk membela diri,” ujar Adyantana.
Meski Sarudih membantah, namun penyidik sudah memiliki alat bukti yang cukup untuk menjerat Sarudin sebagai tersangka.
“Kita punya alat bukti tersangka menerima gratifikasi atau suap. Nanti dibuktikan di persidangan,” ungkap Adyantana.
Senin 26 Juni 2023 siang kemarin, Sarudin telah dilakukan penahanan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Serang. Penahanan dilakukan setelah penyidik Tipikor Satreskrim Polresta Serang Kota yang mengusut kasus tersebut merampungkan penyidikannya.
“Perkara dari Polresta Serang Kota,” ujar Adyantana.
Adyantana menjelaskan, alasan penahanan terhadap Sarudin berdasarkan pertimbangan subyektif dan obyektif JPU. Penahanan dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Alasan penahanan berdasarkan Pasal 21 ayat 1 KUHAP, karena dikhawatirkan melarikan diri, merusak barang bukti dan mengulangi tindak pidana,” kata Adyantana.
Adyantana juga menjelaskan, kasus yang menjerat Sarudin tersebut berawal pada 2016 lalu. ketika itu, Sarudin memberikan janji kepada seorang pengusaha terkait dua proyek di Pemkab Serang.
Dua proyek tersebut berupa pengadaan meubeler di DPKAD Kabupaten Serang dan pengerjaan pipa PDAM pada Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Kabupaten Serang.
Kedua proyek tersebut akan dilaksanakan pada tahun 2017.”Tersangka S (Sarudin-red) memberikan janji kepada seseorang pengusaha terkait dengan kedua proyek tersebut,” kata pria asal Surabaya, Jawa Timur tersebut.
Adyantana mengungkapkan, dari kedua proyek tersebut Sarudin mendapatkan uang masing Rp 200 juta. Penerimaan tersebut dilakukan Sarudin sebelum menjabat sebagai Kepala BPKAD Kabupaten Serang.
Sarudin diketahui pernah menjabat sebagai Sekretaris BPKAD dan pejabat pembuat komitmen (PPK).
“Tersangka S (Sarudin-red) juga sebagai PPK,” kata pria yang menjabat sebagai Koordinator Pidum Kejati Banten tersebut didampingi Kasi Pidsus Kejari Serang Aditya Nugroho, JPU Kejari Mulyana dan Endo Prabowo.
Adyantana mengungkapkan, akibat perbuatannya Sarudin dijerat dengan Pasal 11, Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 b Undang Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
“Pasal 11 ini berkaitan dengan gratifikasi, ancaman pidananya minimal satu tahun, maksimal lima tahun. Pasal 12 huruf a ini juga berkaitan dengan gratifikasi ancaman pidananya minimal empat tahun, maksimal 20 tahun. Sedangkan Pasal 12 b berkaitan dengan suap. Ancaman pidananya minimal empat tahun, maksimal 20 tahun,” tutur Adyantana (*)
Reporter: Fahmi
Editor: Agung S Pambudi