PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID Ribuan nelayan di Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang menolak kebijakan pemerintah terkait pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi jenis solar maupun pertalite. Sebab dengan adanya pembatasan tersebut menyulitkan nelayan dalam mencari nafkah dari hasil menangkap ikan di laut.
Nelayan Labuan Epi berharap, tidak adanya pembatasan dalam pembelian BBM.
“Kalau kami sebetulnya menolak adanya pembatasan pembelian BBM. Pengennya sih loss watt (tidak ada pembatasan) aja,” katanya kepada Radar Banten di SPBUN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan) di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Selasa, 10 September 2024.
Epi menjelaskan, keinginan nelayan itu tidak ada pengaturan dalam pembelian BBM. Jadi diberikan sesuai kebutuhan nelayan.
“Kalau nelayan itu kebutuhan bahan bakarnya tidak menentu. Artinya dalam sehari itu fluktuatif tidak bisa ditakar semisal kereta api yang memang jarak tempuhnya tetap maupun penggunaan genset yang diam di tempat,” katanya.
Nelayan itu, dalam seharinya bisa melebihi takaran dikarenakan bergantung kondisi cuaca. Kalau cuaca bagus maka BBM tidak akan tekor.
“Tapi ketika kondisi cuaca buruk maka penggunaan BBM akan tambah boros. Karena harus melawan arus ombak sehingga bisa lebih lama terombang ambing di laut-nya,” katanya.
Oleh karena itu, Epi berharap, kepada pemerintah untuk tidak mempersulit nelayan kecil. Berikan kemudahan agar dapat melaut dengan tenang tanpa harus dibebani kepikiran tidak dapat mendapatkan BBM bersubsidi.
“Kalau kita nelayan kecil pembelian dibatasi setiap bulannya. Ketika di pertengahan bulan habis jatahnya ya gak bisa beli lagi dan kalau beli ya bukan yang bersubsidi lagi,” katanya.
Jatah atau kuota nelayan dalam mendapatkan BBM ini bergantung dari besar kecilnya kapal. Kalau yang kecil itu perhari sekira 10-15 liter, dan kapal sedang itu antara 25-30 liter.
“Ya kalau nelayan itu yang penting jangan dipersulit apalagi dibatasi. Kalau kebutuhan nelayan kecil ya kan sudah terukur tidak akan lebih dari 50 liter dalam per hari,” katanya.
Anggota HNSI Kabupaten Pandeglang Ecep Rahmat mengatakan, pembatasan pembelian BBM nelayan itu sebetulnya ada baiknya.
“Karena memang khawatir salah sasaran. Namun memang saat ini, tidak semua nelayan menikmati BBM bersubsidi,” katanya.
Khususnya bagi nelayan kecil dan memang belum memiliki perizinan lengkap. Artinya mereka nelayan namun belum memiliki kartu nelayan.
“Dan ada yang memiliki kartu nelayan tetapi kapalnya belum terdaftar. Sehingga mereka inilah yang belum dapat menikmati BBM bersubsidi,” katanya.
BBM bersubsidi dapat dinikmati oleh nelayan yang kapalnya sudah memiliki izin atau Surat Tanda Kebangsaan Kapal dan NIB.
“Kalau sudah memiliki izin lengkap maka akan mendapatkan surat rekomendasi dari Dinas Perikanan untuk mendapatkan kuota pembelian BBM bersubsidi. Tapi bagi yang enggak punya ya terpaksa beli yang non subsidi,” katanya.
Dalam upaya memberikan rasa keadilan, Ecep mengungkapkan, kalau saat ini HNSI tengah melakukan pendataan ulang nelayan di seluruh Kabupaten Pandeglang. Pendataan dilakukan untuk mendapatkan data riil jumlah nelayan.
“Untuk kemudian diberikan KTA nelayan. Selanjutnya memproses penerbitan izin kapal atau perahu nelayan,” katanya.
Sementara ini, Ecep mengatakan, yang menjadi masalah itu proses perizinan penerbitan izin kapal itu yang menyita waktu. Kalau kapal berukuran sedang itu prosesnya bisa sampai lima bulan.
“Kemudian untuk memproses itu kan kalau nelayan daerah Cimanggu, Sumur, harus menempuh jarak jauh. Harus ke Labuan atau Binuangeun sementara itu kan perlu ongkos dan tidak selesai di hari itu sehingga memang harus ada upaya dari pemerintah dalam mempermudah nelayan,” katanya.
Nelayan membutuhkan kemudahan penerbitan izin kapal itu agar bisa menikmati BBM bersubsidi.
“Kalau sekarang, khusus nelayan Sumur, Cimanggu, itu beli BBM non subsidi sehingga biaya operasionalnya membengkak. Karena memang kapal kecil dan itu tadi proses perizinannya memakan waktu,” katanya.
Editor: Bayu Mulyana