TANGERANG,RADARBANTEN.CO.ID-Pernyataan Pangkoarmada RI, Laksamana Madya TNI Denih Hendrata yang memberikan keterangan bahwa pelaku penembakan bos rental mobil di KM 45 tol Merak-Tangerang, yang dilakukan oleh oknum prajurit TNI Angkatan Laut (AL) merupakan tindakan membela diri akibat adanya pengeroyokan.
Hal tersebut disampaikan Pangkoarmada dalam Konferensi Pers di Mako Koarmada RI Jakarta Pusat pada Senin, 6 Januari 2025 menuai protes dari keluarga korban. Dimana, anak korban penembakan, Rizky Agam Syahputra (26) menyesalkan pernyataan tersebut karena dirinya saja belum diperiksa oleh pihak Puspomal.
Rizky Agam mengatakan bahwa tidak ada pengeroyokan dalam kejadian tersebut. Dirinya juga menjelaskan bahwa pada saat melakukan pengejaran sebelum masuk rest area KM 45, mereka dan tim bahkan sudah terlebih dahulu ditodong dan diancam akan ditembak dengan senjata api ketika hendak menghentikan mobil rental yang dibawa oleh komplotan pelaku saat di Saketi, Kabupaten Pandeglang.
“Makanya kok begitu pernyataannya, dan saya merasakan sulit untuk mencari keadilan,” kata Rizky Agam kepada RADARBANTEN.CO.ID, Rabu 8 Januari 2024 kemarin.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra menilai, pernyataan Pangkoarmada tersebut bersifat prematur dan melukai perasaan keluarga korban yang sedang mencari keadilan.
Apalagi dirinya melihat, Puspomal juga belum meminta keterangan dari keluarga korban dan sejumlah saksi yang melihat langsung kejadian tersebut.
“Oknum anggota TNI Angkatan Laut tersebut jelas-jelas tidak memiliki itikad baik untuk menguasai mobil milik pengusaha rental tersebut,” ucap Ardi Manto, Kamis 9 Januari 2025.
Untuk itu katanya, sebagai orang yang berniat jahat, penembakan yang dilakukan oknum TNI AL tersebut bukanlah bentuk pembelaan diri, melainkan upaya untuk bersama-sama meloloskan diri.
“Nah, dalih penembakan dilakukan atas dasar untuk membela diri sebagaimana yang disampaikan Pangkoarmada jelas-jelas keliru. Dan saya menilai Pangkoarmada dan Puspomal terkesan melindungi oknum anggota TNI AL pelaku penembakan tersebut,” ungkapnya.
Dikatakan Ardi Manto, penyalahgunaan senjata api oleh oknum anggota TNI yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa bukan kali ini saja.
Dalam catatan Imparsial, sepanjang tahun 2024 telah terjadi setidaknya delapan peristiwa penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh oknum anggota TNI.
Penyalahgunaan senjata api tersebut mengakibatkan tujuh orang warga sipil tewas dan sepuluh orang terluka.
Selain itu, Imparsial juga mencatat terdapat 27 kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum anggota TNI terhadap warga sipil sepanjang tahun 2024 kemarin, yang di mana sebanyak 48 orang , 12 diantaranya meninggal dunia.
Dirinya juga bilang, untuk kasus penembakan di KM 45 Merak-Tangerang ini menambah daftar panjang bagaimana sistem peradilan militer sebenarnya tidak layak untuk memproses kejahatan pidana umum yang dilakukan oleh anggota TNI.
Imparsial selalu menyarankan agar prajurit TNI yang terlibat dalam tindak pidana umum harus diproses melalui sistem peradilan umum.
“Hal ini merupakan amanat dari UU TNI sendiri (Pasal 65 ayat (2)) dan juga TAP MPR No. VII tahun 2000 tentang peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai aparat pertahanan dan keamanan negara,” pungkasnya.
Reporter : Mulyadi
Editor: Agung S Pambudi