PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyoroti tumpahan batubara di perairan Pulau Popole, Desa Cigondang, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang. Tumpahan batu bara di perairan Pulau Popole sebanyak 7.400 metrik ton terjadi pada 2 Desember 2024 lalu.
Tumpahan batubara itu diduga telah mencemari laut dan merusak ekosistem pesisir serta terumbu karang di perairan Pulau Popole.
Batubara juga dapat meracuni ikan dan merusak terumbu karang karena mengandung Poli-Aromatik Hidrokarbon, logam berat, serta kandungan asam yang sangat tinggi. Selain itu, dengan volume massa air yang besar (laut), batubara dapat dengan mudah hanyut terbawa arus perairan.
Dampak tumpahan batubara ini dapat dibagi menjadi tiga kategori terhadap biota laut, estetika lingkungan dan pariwisata, dan terhadap masyarakat.
Manajer Kampanye Polusi dan Urban WALHI, Abdul Ghofar mengatakan, peristiwa tumpahan batubara di perairan laut Labuan, Pandeglang, Banten, menyebabkan pencemaran lingkungan dan kerusakan ekosistem laut.
“Ini mencerminkan penerapan dua asas hukum yang penting. Pertama, polluters pay principle, yang mengharuskan pihak yang menyebabkan pencemaran untuk menanggung biaya pemulihan dan rehabilitasi ekosistem yang rusak,” katanya di Kampung Kalangsari, Desa Cigondang, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Senin 10 Februari 2025.
Selanjutnya, Ghofar menjelaskan, asas kedua yaitu strict liability, yang menetapkan bahwa pihak yang terlibat dalam kegiatan berbahaya seperti pengangkutan batubara bertanggung jawab penuh atas kerugian atau kerusakan yang ditimbulkan.
“Tanpa memandang adanya kelalaian atau kesalahan. Oleh karena itu, pemerintah harus segera melakukan investigasi dan mengambil langkah hukum yang sesuai untuk memastikan pelaku bertanggungjawab atas dampak yang ditimbulkan,” katanya.
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Lingkungan Hidup (LPLH) Banten Ali Chusnadin menyatakan, LPLH telah menerima informasi mengenai kondisi pencemaran laut di perairan Pulau Popole.
“Kami telah menerima informasi dan laporan sejak terjadinya pencemaran ini. Kami berharap agar pemerintah dan perusahaan segera melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menanggulangi dampak negatif pencemaran tersebut,” katanya.
Akan tetapi, hingga saat ini, sudah sekitar 70 hari sejak kejadian belum terlihat melakukan langkah komprehensif terkait pembersihan. Kemudian terkait penelitian dan pelaksanaan rehabilitasi akibat pencemaran.
“Perlu diketahui bahwa pada hari Rabu, 5 Februari 2025, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Nasional, LPLH, dan perwakilan warga telah mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan audiensi dan melaporkan kondisi terkini. Kami diterima oleh Asisten Deputi Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup (PSLH) Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup,” katanya.
Poin utama yang menjadi rekomendasi dari pihak Kementerian LH adalah agar perusahaan segera melakukan upaya pembersihan komprehensif untuk mengangkat batubara yang mencemari laut. Langkah ini dianggap sebagai tindakan awal yang penting sebelum dilakukan proses rehabilitasi ekosistem laut dan lingkungan.
“Rekomendasi ini sejalan dengan Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang Nompr 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yang menyatakan, setiap orang yang melakukan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup,” katanya.
Selain itu, dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 Pasal 88 juga ditegaskan, setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan atau mengelola Limbah B3, dan atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup, bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha dan atau kegiatannya.
“Namun, kenyataannya hingga hari ini, pihak-pihak yang bertanggungjawab, baik perusahaan tongkang, perusahaan batubara, maupun pihak PLTU 2 Labuan, belum mengambil langkah nyata untuk melakukan pembersihan secara menyeluruh. Akibat terlalu lama terendam di laut, dapat disimpulkan bahwa kerusakan yang dialami oleh perairan laut Kecamatan Labuan akibat pencemaran ini sangat signifikan,” katanya.
Selain itu, dampak parah juga dirasakan oleh lingkungan pesisir dan pantai.
“Serta masyarakat yang menderita kerugian akibat pencemaran tersebut,” katanya.
Editor: Mastur Huda