SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Wahyunoto Lukman, diperiksa oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Banten, Rabu, 12 Maret 2025.
Wahyunoto Lukman diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi pengelolaan dan pengangkutan sampah di Kota Tangsel tahun 2024 senilai Rp 75,9 miliar.
“Iya, (Wahyunoto Lukman) diperiksa,” ujar Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Pemeriksaan terhadap pejabat teras di Pemkot Tangsel itu berlangsung selama empat jam.
Ada beberapa pertanyaan yang diberikan penyidik terkait penyidikan kasus korupsi tersebut.
“Pemeriksaan dimulai sekira pukul 09.00 WIB sampai 12.00 WIB, pemeriksaan seputar penyidikan kasus sampah,” kata Rangga.
Rangga menjelaskan, proses pemeriksaan saksi dalam kasus tersebut masih berjalan.
Penyidik saat ini juga sedang berkoordinasi dengan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Banten untuk menghitung kerugian negaranya.
“Kita sedang berkoordinasi dengan BPKP terkait perhitungan kerugian negaranya,” ungkapnya.
Penyidik Kejati Banten juga sedang berkoordinasi dengan ahli lingkungan hidup dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dilibatkannya ahli dalam kasus ini untuk mengetahui cara pengelolaan sampah yang baik dan benar.
“Kami akan melibatkan ahli dari ITB untuk menanyakan terkait pengelolaan sampah yang benar itu seperti apa,” kata pria asal Depok ini.
Plh Asisten Intelijen Kejati Banten, Aditya Rakatama, mengatakan, proyek senilai Rp 75 miliar itu ditaksir merugikan negara hingga Rp 25,2 miliar.
Taksiran tersebut didapat dari pengelolaan sampah senilai Rp 25,2 miliar yang tidak dilaksanakan.
“Tim penyidik baru memperkirakan kerugian negara dari satu item pekerjaan yang tidak dilaksanakan, kurang lebih Rp 25 miliar (kerugian negara),” ungkapnya.
Rakatama menjelaskan, nilai anggaran untuk proyek ini senilai Rp 75,9 miliar. Perinciannya, Rp 50,7 miliar untuk pengangkutan sampah dan sebesar Rp 25 miliar lebih untuk pengelolaannya.
“Anggarannya untuk dua kegiatan,” katanya.
Ia juga mengatakan, pengerjaan pengelolaan dan pengangkutan sampah ini dilakukan oleh PT EPP. Perusahaan swasta ini menandatangani kontrak kerja sama dengan pihak Pemkot Tangsel.
“Anggarannya sudah dibayar (ke PT EPP), kan ini kontrak,” ucapnya.
Ia menerangkan, dari hasil penyidikan sementara, penetapan PT EPP sebagai pelaksana pekerjaan diduga kuat terdapat persekongkolan dari pihak-pihak tertentu. Sebab, PT EPP tidak layak menjadi pelaksana pekerjaan ini karena tidak memenuhi kualifikasi.
“PT EPP ini tidak punya kapasitas dan fasilitas pengelolaan sampah,” ujarnya.
Rakatama menambahkan, kasus ini mulai naik tahap penyidikan sejak Selasa, 4 Februari 2025.
Namun, penyidik belum menahan pihak yang dianggap bertanggung jawab.
“Masih berproses (penyidikan),” tuturnya.
Editor: Agus Priwandono