LEBAK, RADARBANTEN.CO.ID- Arang kayu asal Kampung Hasem, Desa Muncang Kopong, Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak, sukses menembus pasar ekspor ke Timur Tengah dan Eropa.
Pengrajin arang Nurhidayah mengatakan, sudah menekuni usaha arang sejak masih muda. Awalnya, produk arang kayunya hanya dipasarkan di wilayah Banten. Namun sejak tahun 2017, ia mulai membuka jalur ekspor untuk memperluas jangkauan usahanya.
mengungkapkan, mulai menggeluti bisnis arang kayu ini sejak ia masih muda atau bujangan, yang dahulu hanya dijual di wilayah Banten saja, kini produksi arang kayunya mampu memenuhi kebutuhan pasar di Timur Tengah.
“Usaha arang ini dibuka pada tahun 2017 itu untuk ekspor ya, tapi kalau untuk lokal itu sudah dari bujangan saya sudah membuka usaha arang ini, ya mungkin dari bujangan lah, kalau dulu masih dilokal tapi alhamdulillah sekarang saya juga bikin untuk kebutuhan ekspor,” tutur Nurhidayah saat berada di tempat arangnya, Senin 9 Juni 2025.
“Ini untuk dikirim ke Timur Tengah, Arab Saudi, seperti ke Damam, Turki, dan Jebel Ali,” sambungnya.
Menurutnya, untuk harga satu kilo arang kayu dijual dengan harga 350 USD. Dirinya juga mengaku dalam satu bulan mampu mengekspor arang kayu tersebut sebanyak 20 ton kepada pelanggan tetapnya di Timur Tengah, bahkan jika ada permintaan lain dalam satu bulan itu bisa sampai dua kali pengiriman.
“Satu kilo saya jual pakai harga USD ya, 350 USD itu FOB Tanjung Priuk. Dengan satu kiriman itu 20 ton pakai countener 40 feet, mobil countenernya masuk ke sini setiap satu bulan sekali untuk ekspor itu sudah pelanggan tetap, tapi kalau ada penambahan permintaan lain kadang- kadang sebulan bisa dua kali tergantung permintaan juga sih ya,” ujarnya.
Dirinya mengaku dalam satu kali ekspor pendapatan kotornya bisa memperoleh sekitar Rp 100 juta sampai Rp 150 juta, dengan keuntungan bersih yaitu dikisaran angka Rp 20 jutaan lebih, meskipun usahanya tersebut masih bersekala kecil.
“Kalau untuk omzet lumayan lah, kalau kita ekspor bisa lebih menguntungkan lagi gitu ya karena ekspor bayarnya pakai dolar ya kita ada keuntungan lumayan tinggi lah ya, kadang-kadang dalam satu kali ekspor itu keuntungan kita dapat Rp 20 jutaan lebih lah, dan untuk omset sebulan itu Rp 100 jutaan sampai Rp 150 jutaan karena masih sekala kecil,” terangnya.
Namun, di balik kesuksesannya, ia juga menghadapi tantangan dalam hal pasokan bahan baku. Musim hujan menjadi kendala utama karena truk pengangkut kayu sulit menjangkau hutan tempat pengambilan bahan.
“Untuk saat ini kesulitannya itu saya dari bahan baku, karena sekarang kan lagi musim hujan jadi bahan baku engga ada yang masuk, karena mobil truk ke dalam hutan itu dia enggak bisa masuk karena hujan jadi agak susah, kecuali musim kemarau baru bahan baku itu melimpah pada datang ke sini,” pungkasnya.
Editor: Bayu Mulyana