SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten mengenalkan konsep restorative justice kepada mahasiswa. Penyuluhan hukum kepada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sultan Angeng Tirtayasa (Untirta) itu digelar di aula Kejati Banten, Selasa (30/9) lalu.
Wakajati Banten Yuliana Sagala yang langsung mengenalkan konsep penyelesaian perkara pidana di luar penuntutan dengan pendekatan pemulihan, bukan pembalasan tersebut. Yuliana didampingi Asisten BidangTindak Pidana Umum Kejati Banten Jefri Penangging Makapedua.
Yuliana berharap, mahasiswa memperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai konsep restorative justice. “Implementasinya dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, serta peran strategis jaksa dalam menghadirkan keadilan yang berorientasi pada pemulihan. Bukan semata-mata pada penghukuman,” katanya.

Ia menambahkan, Kejati Banten berkomitmen untuk terus memberikan edukasi hukum kepada masyarakat, khususnya generasi muda sebagai upaya meningkatkan kesadaran hokum. Sekaligus mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan, humanis, dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
“Dalam menegakkan keadilan, menjaga keadilan, dan melindungi kepentingan umum, Kejati mengoptimalkan keadilan restoratif. Itu sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Kejati Banten Siswanto menyatakan, Kejati Banten dan Kejari jajaran memiliki Program Restorative Justice Plus. Program ini sudah dikerjasamakan dengan Pemda di Banten.
“Khususnya tindak pidana umum yang merugikan korban di sisi materi di bawah Rp2.500.000 dan ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun. Kami menggagas Program Restorative Justice Plus. Umumnya kan sudah tau, restorative justice itu adalah perdamaian antara korban dan pelaku dengan mengembalikan kerugian korban. Tapi, Kejati Banten miliki Restorative Justice Plus. Plusnya itu adalah membantu pelaku dari sisi sosial kemanusian. Kami sudah tanda tangan MoU dengan Pemprov Banten dan Pemkab/Pemkot se-Banten,” ujarnya.
Pada prinsipnya, keadilan restorative yang menekankan pemulihan kembali kerugian korban pada keadaan semula untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan dan kepentingan korban, serta pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan.
“Berdasarkan hal tersebut, untuk lebih memaksimalkan pelaksanaan restoratif justice plus khususnya, bukan hanya menjamin pengembalian kerugian korban saja, namun juga pembinaan pelaku tindak pidana,” terang Siswanto.
Kejati Banten, lanjutnya, juga mengoptimalkan pemulihan kerugian korban dalam perkara tindak pidana umum yang selama ini tidak terakomodir dalam proses persidangan. “Selama ini kan hanya fokus pada pemidanaan terhadap terdakwa. Berdasarkan hal tersebut, Kejati Banten telah menerbitkan SPO (Standar Prosedur Operasional) agar dalam pelaksanaannya jaksa dapat mewakili korban untuk mengajukan gugatan ganti kerugian dalam proses persidangan pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 98 KUHAP,” pungkas Siswanto. (dre/don)
Reporter : Andre AP
Editor : Agus Priwandono