LEBAK, RADARBANTEN.CO.ID – Kisah pilu datang dari pasangan suami istri Masitoh dan Sahroni bersama empat anak mereka yang masih kecil. Keluarga ini sudah lima tahun bertahan hidup di rumah kumuh nyaris roboh di Kampung Hambur, Desa Cigoong Utara, Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak.
Rumah berdinding bilik bambu berukuran 4×5 meter itu lebih mirip gubuk tua yang dimakan waktu. Atapnya bocor di berbagai sisi, lantainya tanah lembap dan dingin, serta dindingnya penuh lubang.
“Atap bawahnya pada bolong, kalau hujan air masuk dari mana-mana. Kadang kami pindah ke tempat yang enggak bocor, nunggu hujan reda dulu,” kata Masitoh, Minggu, 12 Oktober 2025.
Ia bercerita, setiap kali hujan datang, malam mereka selalu berubah menjadi kepanikan. Anak-anak yang sedang tidur sering kali harus digendong dan dipindahkan ke sudut rumah yang masih kering.
“Kalau hujan deras, anak-anak suka kehujanan. Saya suka bangunin, angkat mereka pindah tempat. Kasihan, kadang sampai nangis,” tuturnya.
Derita keluarga ini semakin berat setelah sang suami, Sahroni, divonis menderita penyakit tuberkulosis (TBC). Kondisinya kini makin lemah dan tidak lagi mampu berjualan gorengan seperti dulu.
“Dulu saya jualan gorengan di pinggir jalan, hasilnya paling Rp60 ribu sehari buat makan anak-anak. Sekarang enggak bisa kerja lagi, batuk terus, napas sesak,” ujar Sahroni.
Ia menuturkan bahwa penyakit yang dideritanya sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Meski sempat berobat ke Puskesmas Koncang, ia belum juga mendapat rujukan ke rumah sakit, padahal kondisinya semakin memburuk.
“Saya sudah minta surat rujukan, tapi cuma disuruh cek dahak lagi. Sudah dua bulan hasilnya belum juga dikasih. Badan rasanya makin lemas,” pungkasnya.
Kisah keluarga ini menjadi potret nyata perjuangan warga miskin di Lebak yang hidup dalam keterbatasan, berharap uluran tangan pemerintah dan masyarakat agar bisa hidup lebih layak.
Reporter: Nurandi











