PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID – Akademisi Kebijakan Publik Institut Kemandirian Nusantara (IKNUS), Arif Nugroho, menanggapi sikap Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Pandeglang yang menolak Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025. PMK tersebut mengatur pengalokasian Dana Desa untuk pembangunan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP).
Arif menilai kebijakan tersebut sejalan dengan arah besar pemerintah dalam membangun desa secara lebih struktural. Selama ini, pemerintah desa banyak menggunakan Dana Desa untuk belanja rutin dan kebutuhan jangka pendek. Melalui kebijakan ini, pemerintah mendorong desa memiliki fondasi ekonomi sendiri melalui koperasi.
“Kalau saya melihat PMK Nomor 81 Tahun 2025 ini, itu bagian dari arah besar kebijakan Presiden membangun desa secara lebih struktural. Dana Desa selama ini sangat membantu, tapi sebagian besar habis untuk kebutuhan jangka pendek. Presiden ingin mendorong desa punya fondasi ekonomi sendiri melalui koperasi,” kata Arif Nugroho, Kamis, 18 Desember 2025.
Arif mengakui kekhawatiran kepala desa wajar karena selama ini Dana Desa digunakan untuk program yang hasilnya cepat terlihat. Namun, jika pola tersebut terus berlanjut, desa berpotensi mengalami stagnasi pembangunan.
Menurutnya, penggunaan Dana Desa untuk koperasi bukan sekadar pengeluaran, melainkan investasi sosial dan ekonomi jangka panjang jika desa mengelolanya secara transparan melalui musyawarah desa serta pendampingan yang baik.
“Yang perlu dikritisi sekarang bukan programnya, tapi implementasinya. Kalau tata kelolanya rapi dan pengawasannya kuat, koperasi desa justru bisa menjadi penggerak ekonomi warga. Ini juga sejalan dengan arah besar Presiden yang ingin membangun Indonesia dari desa, bukan sekadar menyalurkan anggaran,” jelasnya.
Terkait kekhawatiran APDESI mengenai pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat desa, Arif menegaskan bahwa hal tersebut bergantung pada implementasi kebijakan, bukan pada substansi program koperasi. Dengan pengaturan porsi anggaran yang bijak, koperasi justru dapat membantu desa memenuhi kebutuhan dasar secara berkelanjutan.
Arif juga menilai masukan APDESI terkait sumber pendanaan sebagai hal yang wajar. Ia mendorong pemerintah pusat untuk menjelaskan strategi nasional di balik kebijakan tersebut agar desa memahami risiko dan manfaat program koperasi desa.
Mengenai keterlambatan pencairan Dana Desa, Arif menilai hal itu perlu menjadi catatan penting, namun tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak kebijakan pembangunan koperasi desa.
Menurutnya, Dana Desa cukup dijadikan pemantik awal. Sementara itu, sumber pendanaan lain dapat berasal dari pemerintah pusat, perbankan nasional, BUMN, serta lembaga keuangan negara.
“Dengan skema campuran ini, koperasi bisa tumbuh, desa tidak kehilangan ruang fiskal, dan arah besar kebijakan Presiden untuk memperkuat ekonomi desa dapat berjalan lebih berkelanjutan,” katanya.
Secara umum, Arif menegaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan upaya pemerintah mendorong desa naik kelas. Meski tantangan tetap ada, ia menilai arah kebijakan sudah tepat.
“Yang penting, semua pihak mengawal implementasinya agar desa benar-benar menjadi subjek pembangunan, bukan sekadar objek kebijakan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Pandeglang menyatakan penolakan terhadap PMK Nomor 81 Tahun 2025 yang mengatur pengalokasian Dana Desa untuk pembangunan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP).
APDESI menilai kebijakan tersebut berpotensi mengganggu keberlanjutan program prioritas serta operasional pemerintahan desa.
Reporter: Moch Madani Prasetia
Editor: Aas Arbi











