CILEGON – 100 hari kerja Helldy Agustian dan Sanuji Pentamarta sebagai Walikota dan Wakil Walikota Cilegon dikritik Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC).
Sambil membawa kursi roda, IMC mengkritik 100 hari kerja Walikota Cilegon Helldy Agustian dan Wakil Walikota Cilegon Sanuji Pentamarta. Mereka menilai Helldy-Sanuji bekerja lambat, kemudian mempertanyakan realisasi Kartu Cilegon Sejahtera (KCS).
Selain membawa kursi roda, mahasiswa pun membawa cat dan kuas sebagai simbol kritikan terhadap sikap Helldy-Sanuji yang mengecat kantor pemerintah dengan warna yang identik dengan warna kampanye.
Ketua Umum PP IMC Hariyanto menjelaskan, mahasiswa menilai selama perjalanan 100 hari kepemimpinan Helldy-Sanuji menjabat sebagai Walikota dan Wakil Walikota Cilegon belum maksimal.
Keduanya seperti berjalan menggunakan kursi roda, lambat dalam bekerja dan menyelesaikan persoalan di Kota Cilegon. Ironisnya, politisi Partai Berkarya dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu lebih memilih kegiatan yang dinilai bisa dilakukan oleh jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti membagikan kursi roda.
“Program kerja Helldy-Sanuji inikan sangat banyak, pekerjaan rumah masih banyak, saya kira untuk persoalan bagi bagi kursi roda ini bisa dilimpahkan ke dinas terkait. Maka, agar kemudian walikota dan wakil walikota bisa fokus terhdap permasalahan yang kemudian direncanakan dalam janji kampaye agar segera terselesaikan,” ujarnya, Senin (8/6).
Kemudian, soal mengecat kantor pemerintah dengan warna kampanye yaitu orange dan hijau toska, sebelumnya pada aksi demonstrasi di hari pertama kerja mahasiswa menyampaikan bahwa pasca pilkada walikota dan wakil walikota harus sudah menyudahi euforia kemenangan. Tetapi pada tanggal 30 Mei lalu justru kantor walikota di cat sama persis dengan warna ketika berkampaye.
“Kami juga khawatir, ada upaya polarisasi untuk bagaimana menghambat stabilitas pemerintahan dan prinsip akur sedulur pada level masyarakat dengan adanya fenomena pagar kantor walikota ini,” tuturnya.
Bukan cuma soal performa kerja dan kebijakan pengecatan, mahasiswa pun mempertanyakan Kartu Cilegon Sejahtera (KCS) yang telah dilauncing namun belum dirasakan masyarakat.
“Masyarakat termasuk saya belum memahami bagaimana mekanisme pembagian dan prosedur untuk bisa mencairkan atau mengikuti bentuk programnya. Apakah KCS ini diberikan kepada masyarakat Cilegon yang membutuhkan atau dibagiakan kepada masyrakat yang hanya mendukung pada saat pilkada kota Cilegon,” paparnya. (Bayu Mulyana)