SERANG – Sejak pagi hingga sore tadi, ribuan buruh dari beberapa serikat buruh di Provinsi Banten menggelar unjuk rasa di dua titik, yaitu di depan pendopo Bupati Kabupaten Serang dan Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B).
Perwakilan buruh juga melakukan audiensi dengan Gubernur Provinsi Banten Rano Karno, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten, Hudaya, Sekda Banten Ranta Suharta dan Kapolda Banten Brigjen Boy Rafli Amar.
Dalam kesempatan audiensi, buruh menyampaikan sejumlah protes terkait Upah Minimun Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh Pemprov Banten dengan acuan PP Nomor 78 tentang pengupahan. Buruh pun meminta kepada Gubernur Banten, Rano Karno, meninjau kembali keputusannya tersebut.
Menanggapi protes buruh, Kepala Disnakertrans Provinsi Banten, Hudaya mengatakan, seharusnya buruh tidak mempersoalkan PP Nomor 78 karena menurutnya berpihak kepada buruh. Dan buruh pun menurutnya tidak perlu memprotes UMK yang ditetapkan. “Itu kan jumlah minimal. Artinya buruh bisa mendapatkan gaji lebih besar asal lakukan lobi dengan perusahaan. Jadi serikat buruh lebih baik lakukan lobi dengan perusahaan,” kata Hudaya saat audiensi, Selasa (24/11/2015).
Hudaya melanjutkan, sebagai pemerintah, Pemprov sudah seharusnya mengikuti ketetapan yang telah diatur oleh pemerintah, dalam hal PP nomor 78 yang diatur oleh pemerintah pusat. “Pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan harus memiliki dasar hukum dan acuan dan PP lah acuan yang kita gunakan dalam pengambilan UMK ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur Provinsi Banten, Rano Karno, telah mengesahkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Pengesahan tersebut seiring dengan telah ditandatanganinya Surat Keputusan Gubernur Banten, No. 561/Kep.519-Huk/2015 tentang penetapan upah minimum kabupaten/kota se-Provinsi Banten.
“Adapun rinciannya, Kabupaten Serang Rp3.010.500, Kabupaten Lebak Rp1.965.000, Kabupaten Pandeglang Rp1.999,981, Kabupaten Tangerang Rp3.021.650, Kota Tangerang Rp3.043.950, Kota Tangsel Rp3.021.650, Kota serang Rp2.648.125 dan Kota Cilegon Rp3.078.057,” kata Hudaya.
Hudaya melanjutkan, ketetapan Gubernur tersebut mengacu kepada PP 78/2015, tentang Pengupahan. “Kita harus taat azas, Peraturan Pemerintah itu diterbitkan untuk kepentingan yang lebih luas dalam aspek kesejahteraan para pekerja atau buruh. Harus dipahami secara lebih mendalam, bahwa upah minimum itu diterbitkan sebagai garis pengaman untuk upah yang akan diformulasikan oleh perusahaan dalam menyusun skala upah untuk masing-masing pekerja. Dari aspek lain, seperti halnya tunjangan masa kerja, jaminan kesehatan, jaminan ketenagakerjaan, jaminan pensiun dan lain sebagainya. Termasuk insentive lemburnya,” papar Hudaya. (Bayu)