JAKARTA – Perubahan peruntukan dana desa dimatangkan oleh pemerintah. Kemarin (3/11), Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas (ratas) membahas program padat karya di desa yang menggunakan dana desa. Bila perubahan peruntukan berjalan sesuai rencana, diperkirakan akan ada serapan 5 juta tenaga kerja baru di perdesaan.
Dalam ratas tersebut, Presiden meminta seluruh kementerian yang memiliki program di desa untuk konsolidasi. “Dana yang mengalir ke daerah ke desa seharusnya bisa membuka lapangan kerja lebih luas dan mengentaskan kemiskinan,” ujarnya. Dari program-program yang ada, bisa dipilah mana yang memungkinkan untuk digarap secara swakelola.
Dalam jangka pendek, yang diprioritaskan adalah pembangunan infrastruktur di desa. Pembangunan sejumlah infrastruktur berpotensi menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar di desa. Setelahnya, warga bisa dibuatkan lapangan kerja baru sesuai karakteristik wilayah.
Bisa berupa pertanian, budi daya ikan, atau industri kecil dan menengah yang bisa menyerap lapangan kerja. “Perlu pelatihan dan pendampingan agar dapat menggali potensi yang ada di desanya masing-masing,” lanjutnya. Di sisi lain, dia juga mengingatkan agar warga desa tidak dibebani tanggung jawab administratif yang rumit.
Berdasarkan hitungan Kementerian Desa PDTT, pada 2018 pemerintah akan mengalokasikan dana desa sebesar Rp 60 triliun. Bila 30 persen di antaranya untuk upah tenaga kerja di proyek infrastruktur, bisa tercipta 5 juta lapangan kerja baru selama dua bulan. Selanjutnya, dari proyek yang sudah terbangun, potensi serapan tenaga kerjanya mencapai 692.788 orang.
Mereka akan bekerja secara berkesinambungan di sejumlah infrastruktur yang sudah jadi. Seperti posyandu, polindes, PAUD, BUMDes, atau pasar. Sementara itu, tenaga kerja yang tadinya menggarap proyek infrastruktur, dialihkan kepada unit-unit usaha baru. Misalnya, pembukaan lahan pertanian dan perikanan.
“Dengan model prukades itu, kita memberikan insentif ke masyarakat desa berupa bibit, traktor, atau lainnya,” terang Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandojo usai ratas. Dia mencontohkan, kebutuhan ladang jagung baru saat ini mencapai 500 ribu hektare. Bila satu hektare bisa menyerap sepuluh tenaga kerja, maka akan ada 5 juta lapangan kerja baru.
Begitu pula lahan tebu yang kebutuhannya mencapai 500 ribu hektare. Dengan asumsi serapan tenaga kerja 20 orang per hektare, serapannya berpotensi mencapai 10 juta orang. Lahan garam baru seluas 300 ribu hektare bisa menyerap 3 juta tenaga kerja.
Eko mengakui, ada beberapa kendala untuk menciptakan program padat karya. Khususnya dari sisi regulasi. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) mensyaratkan pekerjaan yang kompleks dan bernilai di atas Rp 200 juta tidak boleh dilakukan secara swakelola. “Di ratas tadi diminta aturan itu diubah agar bisa dilakukan secara swakelola,” lanjutnya.
Rencananya, tahun depan program padat karya itu akan dimulai di 100 kabupaten. Namun, tidak semua desa di masing-masing kabupaten bakal mendapat program tersebut. Pemerintah akan menentukan desa-desa tertentu yang dinilai siap menjalankan program tersebut.
Sementara itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menjelaskan, pihaknya juga memiliki alokasi anggaran untuk infrastruktur dengan sistem padat karya. “Dari total Rp 106 triliun anggaran kami, yang menjadi padat karya itu Rp 11,238 triliun,” terangnya. Itu mencakup proyek-proyek infrastruktur yang tidak terlalu besar seperti irigasi, pemeliharaan jalan dan jembatan, hingga perumahan khusus. Juga ada program kota tanpa kumuh, sanitasi, serta program rumah swadaya dan pamsimas.
Dua program terakhir berupa pemberian bantuan material bahan bangunan dengan total nilai Rp 4,4 triliun. Pekerjaannya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Sementara, program rumah khusus yang umumnya untuk nelayan, masyarakat berpenghasilan rendah, atau korban bencana, dilaksanakan secara kontrak. 25 persen tenaga kerja merupakan masyarakat setempat.
Dari proyek-proyek tersebut, diperkirakan belanja upah akan mencapai Rp 2,4 triliun-Rp 4 triliun. Itu akan menghasilkan 20,5 juta hari kerja. “Kalau kerja per bulan asumsinya 22-25 hari, berarti tenaga kerjanya 263.646 orang. Rata-rata upahnya sekitar 3,314 juta per bulan per orang,” lanjutnya.
Para pekerja lokal itu akan dibayar harian atau mingguan. Bila dipukul rata, upah per hari antara Rp 130 ribu-Rp 150 ribu untuk setiap orang. Tentunya beda proyek maka beda pula upahnya. Misalnya, pekerja pembangunan irigasi diproyeksikan mendapat upah Rp 3,125 juta per bulan. Sementara, pekerja proyek jalan dan jembatan diupah Rp 4 juta per bulan. Pekerja bangunan rumah khusus Rp 3,75 juta per bulan, sedangkan pekerja sanitasi Rp 2,64 juta per orang. (JPG/RBG)