JAKARTA – Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia. Selain karena merupakan sumber dari dinamika ekonomi nasional, UMKM juga menyerap angkatan kerja nasional.
Pada masa pandemi Covid-19, UMKM Indonesia telah mampu bertahan dan dengan cepat beradaptasi pada kondisi sulit. Hal ini disampaikan dalam survei Mandiri Institute terhadap 319 UMKM di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali.
“Pada saat PSBB (embatasan sosial berskala besar-red) 50 persen UMKM kita masih berjalan dengan normal. Setelah beberapa bulan relaksasi, yang tadinya 50 persen berjalan normal mulai merasakan dampaknya, kini hanya 63 persen yang beroperasi secara terbatas. Sementara yang tadinya beroperasi secara terbatas yang kembali ke normal sangat kecil sekali hanya 1 persen,” ungkap Teguh Yudo Wicaksono, Head of Mandiri Institute, pada acara Dialog Inspiratif bertema Usaha Mikro Mampu Bertahan di Masa Pandemi yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Jumat (6/11).
Melihat data di atas, salah satu motor penggerak kebangkitan UMKM Indonesia dalam kondisi ekonomi pandemi Covid-19 adalah program-program PEN. Secara kumulatif, empat klaster program yang menjadi fokus Satgas PEN yaitu sektor perlindungan sosial, UMKM, Kementerian/Lembaga dan Pemda (K/L/D), serta pembiayaan korporasi yang mencapai realisasi Rp277,68 triliun pada minggu pertama kuartal IV 2020 lalu.
Penyerapan signifikan terjadi di sektor UMKM yaitu Program Bantuan Presiden (Banpres) Produktif Usaha Mikro. Telah terserap penuh untuk tahap awal bagi 9,1 juta pelaku usaha mikro. Program ini memberikan hibah Rp2,4 juta kepada pelaku usaha mikro dan kecil.
“Kita tahu pemerintah sudah mengucurkan bantuan Banpres Produktif, itu merupakan langkah yang tepat dan di saat bersamaan memperbaiki sisi permintaan dan juga mempertahankan daya beli, karena itu juga yang menentukan prospek usaha,” terang Teguh Wicaksono.
Lebih jauh lagi Teguh Wicaksono menerangkan, program PEN yang dijalankan pemerintah sudah tepat sasaran. Hasil survei Mandiri Institute menunjukkan bahwa mayoritas penerima restrukturasi kredit memang merupakan usaha yang omzetnya turun 50%. Lalu usaha yang mendapat subsidi bunga adalah usaha dengan omzet yang stabil atau justru berkembang di masa pandemi.
“Jadi dari sisi diversifikasi program antara restrukturasi kredit dan subsidi bunga. Sudah tepat restrukturasi kredit mengarah ke UMKM yang terdampak dan memang butuh modal kerja, di sisi lain yang butuh ekspansi lewat program subsidi bunga,” terang Teguh.
Aspek positif dari dukungan pemerintah terhadap UMKM adalah dari sebelumnya mayoritas UMKM hanya memiliki modal usaha kurang dari tiga bulan, kini dengan program PEN bisa menambah modal kerja lebih dari empat bulan. Beruntungnya pula, 79% UMKM telah mengetahui program PEN melalui komunikasi yang dilakukan pemerintah. Sebanyak 83% UMKM berpendapat bahwa program ini sangat membantu untuk mempertahankan usaha mereka.
Sementara itu, Dr Avanti Fontana, dosen & fasilitator strategi dan manajemen inovasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menjelaskan, produk-produk solutif yang dihasilkan wirausahawan bukanlah sesuatu yang dihasilkan tiba-tiba, tapi dilakukan secara sistematis, dan memiliki tujuan untuk menyelesaikan masalah.
“Kalau bicara pandemi, tentu tujuannya bagaimana mengatasi pandemi dan tujuan yang lebih besar adalah menggapai kesejahteraan baik dalam jangka dekat maupun jangka panjang,” ujarnya.
Masih dalam keterangan Avanti Fontana, hal-hal yang perlu direspons saat pandemi Covid-19 ini tentu adalah inovasi yang dapat membantu Indonesia keluar dari kondisi ketidakpastian. Untuk hal ini perlu sensitivitas yang tinggi dalam menemukan peluang yang tepat. (pen/air)