PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID – Pengamat politik asal Pandeglang, Eko Supriatno, menyoroti deklarasi bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, Airin Rachmi Diany-Ade Sumardi, tanpa restu DPP Partai Golkar. Padahal, Airin Rachmi Diany sebelumnya telah diusung oleh Partai Golkar untuk maju di Pilkada Banten 2024.
Menurut Eko Supriatno, deklarasi tanpa restu DPP Golkar mengindikasikan adanya krisis legitimasi kepemimpinan di tubuh partai.
“Ketidaksepakatan atau pembangkangan terhadap keputusan pusat dapat mencerminkan perpecahan internal yang perlu segera diatasi,” katanya kepada RADARBANTEN.CO.ID melalui sambungan telepon selulernya, Senin, 26 Agustus 2024.
Eko berpendapat, deklarasi ini sebagai tanda erosi otoritas partai politik. Ketika kader-kader utama tidak lagi tunduk pada arahan pusat.
“Itu menunjukkan bahwa kontrol partai atas anggotanya sedang melemah. Yang bisa berpotensi mengurangi efektivitas partai dalam menjalankan fungsinya,” katanya.
Lebih lanjut, Eko menyoroti bahwa tindakan ini bisa mengancam soliditas partai menjelang Pemilu.
Perpecahan internal dan tindakan yang bertentangan dengan keputusan partai dapat mengurangi daya tawar Golkar di kancah politik nasional.
“Saya menganggap bahwa deklarasi ini mencerminkan ketegangan antara dinamika politik lokal dan kepentingan nasional partai. Kader di daerah sering kali memiliki agenda yang berbeda dan merasa lebih memahami situasi lokal,” katanya.
Sehingga, Eko mengungkapkan, mereka cenderung bertindak sesuai kepentingan daerah daripada mengikuti arahan pusat.
Deklarasi Airin-Ade tanpa restu DPP Partai Golkar juga memunculkan pertanyaan tentang konsistensi dan transparansi partai politik dalam pengambilan keputusan.
Publik mungkin menjadi lebih skeptis terhadap komitmen Golkar dalam menjaga prinsip-prinsip demokrasi internal dan transparansi.
“Saya menekankan pentingnya DPP Golkar untuk segera memberikan respon yang jelas terhadap deklarasi ini. Sikap tegas atau kompromi yang diambil akan menjadi indikator penting bagi publik mengenai stabilitas dan arah politik partai ke depan,” katanya.
Lebih lanjut, Eko menilai, langkah tersebut dapat berdampak pada elektabilitas partai di Pemilu mendatang.
“Saya melihat apabila terjadi perpecahan internal dan ketidakjelasan sikap dapat mengurangi kepercayaan pemilih terhadap Golkar,” katanya.
Oleh karena itu, ia menyarankan, partai politik, khususnya Partai Golkar, untuk memperkuat struktur internal dan meningkatkan transparansi dalam proses pengambilan keputusan agar dapat menjaga soliditas dan kredibilitasnya di mata publik.
“Di mana saat ini mata publik tertuju dengan narasi soal Ratu Banten melawan Raja Jawa,” katanya.
Narasi ini mungkin muncul karena Airin berasal dari keluarga politik berpengaruh di Banten. Sementara, Golkar dikaitkan dengan “Raja Jawa”.
“Saya melihat ini sebagai metafora untuk menggambarkan konflik antara kekuatan politik lokal dan nasional. Serta persaingan antara dua figur politik yang berbeda,” katanya.
Airin menekankan kontribusi besar keluarganya terhadap Partai Golkar di Banten. Ini bisa diinterpretasikan sebagai upaya untuk menunjukkan loyalitas dan jasa keluarganya kepada partai.
“Sekaligus membangun narasi bahwa dirinya memiliki hak moral untuk maju di Pilgub. Saya mungkin akan melihat ini sebagai sebuah strategi untuk membangun dukungan publik, dengan menekankan akar keluarga dan sejarah di partai,” katanya.
Airin juga mengakui dinamika politik dan menyatakan bahwa dirinya tidak mempermasalahkan ketidaksetujuan Golkar. Ini menunjukkan bahwa dirinya siap mengambil keputusan sendiri, terlepas dari dukungan partai.
“Saya melihat ini sebagai tanda bahwa Airin memiliki ambisi politik yang kuat dan tidak takut untuk mengambil risiko. Airin menyatakan bahwa dirinya maju atas dorongan masyarakat dan hasil sosialisasi yang positif,” katanya.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa dirinya memiliki basis dukungan yang kuat di luar partai.
“Saya melihat ini sebagai upaya untuk membangun narasi bahwa dirinya memiliki dukungan rakyat, terlepas dari dukungan partai,” katanya.
Keputusan Airin untuk maju di Pilgub Banten dengan dukungan PDIP, meskipun tidak mendapat restu dari Golkar, dapat memicu perpecahan di internal partai.
“Saya melihat ini sebagai tanda bahwa persaingan politik di Banten semakin panas dan akan berdampak pada peta politik nasional,” katanya. (*)
Editor: Agus Priwandono