SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI, Tito Karnavian, menyentil Pemerintah Daerah (Pemda) yang hanya menghabiskan anggaran pemerintah untuk menutupi biaya operasional seperti gaji pegawai dan bonus.
Akademisi dari Universitas Islam Syech Yusuf, Adib Miftahul, menyentil balik.
Ia mengaku kaget jika Mendagri baru mengetahui hal yang sudah bukan menjadi rahasia lagi, bahkan telah konsumsi publik. Karena, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga kerap mengeluhkan hal tersebut.
“Saya kaget juga pak Tito baru tau hal ini setelah bertahun-tahun jadi Mendagri. Kan ini sudah jadi santapan publik, jika memang anggaran itu hanya habis untuk belanja pegawai termasuk perjalanan dinas para ASN saja,” kata Adib kepada Radarbanten.co.id, Kamis, 26 September 2024.
Adib mengatakan, kondisi ini merupakan bentuk kegagalan revolusi mental di kalangan ASN, juga kegagalan dalam transparansi anggaran dan penetapan skala prioritas penggunaan anggaran.
“Kalau duit rakyat habis buat seperti itu saja, kapan buat rakyatnya, kapan program buat rakyatnya, kapan menyelesaikan masalahnya. Indonesia ini masih banyak masalah, pengangguran, stunting, pendidikan juga ketimpangan infrastruktur,” katanya.
“Maka jangan bicara soal hal-hal itu, benerin dulu penggunaan anggarannya,” sambungnya.
Dibandingkan mengeluh, katanya, sebagai Mendagri seharusnya dapat melakukan evaluasi terhadap persoalan ini.
“Pak Tito jangan ngeluh aja, lakukan evaluasi bagi Pemda-Pemda yang tidak bisa mengeksekusi bantuan anggarannya. Bila perlu stop saja,” kata Adib.
Menurutnya, Kemendagri bisa melakukan evaluasi dengan adanya laporan yang komprehensif tentang bagaimana bantuan yang digelontorkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemda dapat tepat sasaran, tidak hanya habis digunakan acara seremonial saja.
“Ini kan banyak Penjabat (Pj) yang ditebar kemana-mana. Nah, seharusnya Pj-Pj ini memberi laporan yang komprehensif,” ucapnya.
Adib menegaskan bahwa revolusi mental ASN di negara ini perlu dibenahi. Sebab, ASN sekarang bermental feodal atau bersikap seperti raja yang hanya ingin dilayani dan dilengkapi segala keinginannya.
Padahal, seharusnya ASN ini bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, bukan sebaliknya.
“Pak Tito harus melakukan evaluasi besar-besaran, dan menyusun kebijakan dengan mengurangi penggunaan anggaran seremonial. Evaluasi Pj-Pj harus juga dilakukan, karena pejabat yang berkualitas adalah pejabat yang betul memiliki kemampuan problem solver,” pungkasnya.
Editor: Agus Priwandono