PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional turut menyoroti kondisi berkurangnya sumber mata air di daerah puncak dan lereng Gunung Karang di Kabupaten Pandeglang.
Daerah lereng Gunung Karang meliputi Kecamatan Cadasari, Pandeglang, Majasari, dan Kaduhejo.
Selain di Kabupaten Pandeglang, berkurangnya sumber mata air juga terjadi di lereng Gunung Karang di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang.
Kawasan hutan lindung Gunung Karang, memiliki luas lahan 3.514,96 hektare.
Kawasan Gunung Karang itu pengelolaan oleh Perhutani, disebut sebesar 60 persen dijadikan hutan produksi.
Menurut Deputi Direktur Walhi Nasional, Mukri Friatna, untuk kawan hutan lindung Gunung Karang masih terjaga.
“Secara tutupan, hutan Gunung Karang masih sangat baik. Izin pengelolaan kawasan bagi kelompok tani dengan skema HKm (Hutan Kemasyarakatan) dan skema Kulin KK juga masih sedikit,” katanya kepada RADARBANTEN.CO.ID, Senin, 11 November 2024.
Skema kulin KK ini adalah skema pengelolaan hutan yang merupakan kerja sama antara Perhutani dengan masyarakat sekitar hutan.
Kulin KK atau Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan merupakan salah satu skema perhutanan sosial yang dijalankan oleh Perhutani.
“Setahu saya masih sedikit. Termasuk terjadinya kekeringan di lereng Gunung Karang itu terjadi bukannya tidak ada sumber mata air tetapi perlu dibantu dialirkan menggunakan paralon,” katanya.
Seperti halnya terjadi di Kampung Sibopong, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang.
“Airnya ada tapi enggak bisa naik karena harus ditarik ke atas. Sehingga perlu dibantu tambahan paralon,” katanya.
Lebih lanjut, Mukri menerangkan, kalau Perhutani dalam pengelolaan hutan mengenal dua skema. Pertama itu ada hutan produksi tetap (UPT) dan Hutan Produksi Konversi (HPK).
“HPK ini bisa dialih fungsi, sedangkan kalau hutan lindung, dia hanya bisa dimanfaatkan saja hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti madu dan buahnya. Kalau hutan produksi dan konversi, untuk ditebang kayunya, wajar saja kalau kurang pasokan airnya,” katanya.
Aktivis lingkungan dan juga mantan Ketua Mapala Pandeglang, Hendri, mengatakan, mengeringnya sumber mata air bukan disebabkan kawasan hutan lindung Gunung Karang gundul.
“Kalau hutan lindung Gunung Karang yang pas puncak itu masih aman. Yang menyebabkan sejumlah sumber mata air mengalami kekeringan kemarin itu karena cuaca ekstrem,” katanya.
Jadi, diungkapkan Hendri, terjadinya kekeringan hingga menyebabkan warga di lereng Gunung Karang mengalami kekeringan lebih disebabkan faktor perubahan cuaca.
“Bukan karena kawasan hutan Gunung Karang gundul, tapi cuaca ekstrem yang menyebabkan kekeringannya lebih cepat,” katanya.
Biasanya sungai tidak kering di musim kemarau, sekarang mulai kering.
“Hasil survei karena memang pemanasan global terlalu ekstrem. Suhu tahun ini lumayan panas,” katanya.
Lebih lanjut, Hendri menerangkan, secara umum kawasan Hutan Lindung Gunung Karang masih aman. Namun, perlu perhatian semua stakeholder terkait sangat penting dalam menjaga daerah sumber mata air.
“Harusnya dari pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat juga harus saling mendorong, bahu-membahu perbaikan lingkungan,” katanya.
Lingkungan sekarang banyak dialihfungsikan menjadi perumahan, tambang, dan tambak udang. Oleh karena itu, perlu diimbangi dengan penghijauan sebagai pengganti lahan telah dialih fungsikan.
“Konsep tata ruang harus benar-benar jangka panjang berkelanjutan. Misalnya untuk daerah resapan dam sumber mata airnya harus dijaga,” katanya.
Kemudian, pemerintah mewajibkan setiap pihak alih fungsi lahan hijau menjadi bangunan atau kegiatan industri harus melakukan penghijauan. Bila perlu beli atau kontrak lahan gundul untuk penghijauan.
“Terus perusahaan pemanfaat air juga harus turut serta berkontribusi. Dengan melakukan penghijauan di daerah hulu sungai atau mata air,” katanya.
Misalnya saja, Perumdam Tirta Berkah Pandeglang, kemudian obyek wisata CAS, DM, Pemandian Cisolong, Pemandian Curug Goong.
“Dan masih banyak lagi, dimana mereka selalu pemanfaat air untuk berkontribusi nyata dalam menjaga kelestarian lingkungan dan sumber mata air agar jangan sampai mengalami kekeringan,” katanya.
Editor: Agus Priwandono