PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) masih menunggu instruksi dari Pemerintah Pusat terkait rencana penghapusan utang macet untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kelautan.
Presiden Prabowo Subianto menerbitkan aturan yang menghapus utang macet kepada usaha UMKM bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan, serta UMKM lainnya.
UMKM lainnya tersebut, terdiri dari, UMKM mode/busana, kuliner, industri kreatif, dan lain-lain.
Penghapusan utang macet ini ditandai dengan ditandatanganinya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 pada tanggal 5 November 2024.
Hal teknis seperti persyaratan untuk penghapusan kredit atau utang macet akan didetailkan melalui aturan di kementerian/lembaga terkait
Analis Sarana dan Prasarana Pertanian pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Pandeglang, Dicky Supriadi, membenarkan adanya rencana penghapusan hutang macet UMKM di sektor pertanian. Namun, hingga saat ini, Pemerintah Kabupaten Pandeglang masih menunggu arahan selanjutnya dari Pemerintah Pusat.
“Oh iya, itu belum ada, mungkin kita tunggu saja, kita sampai sekarang ini masih menunggu instruksi dari Pemerintah Pusat,” ungkapnya, Senin, 11 November 2024.
Para petani masih merasakan dampak dari pandemi Covid-19 yang pada akhirnya tersandera oleh utang yang belum bisa dilunasi.
Oleh karena itulah, ia merespons positif adanya penghapusan utang petani ini dengan harapan langkah ini bisa menjadi pembangkit ekonomi masyarakat.
Pihaknya masih menunggu arahan, apakah diperlukan pendataan terlebih dahulu atau ada prosedur lain yang harus dijalankan.
“Oh iya, mungkin kita tunggu saja bagaimana kebijakan dari pusat nantinya,” ujarnya.
Di sisi lain, Dicky juga menceritakan keluhan yang sering diterima dari petani terkait akses mendapatkan pupuk bersubsidi.
Salah satu masalah utamanya adalah jarak ke kios penyedia pupuk yang terlalu jauh, terutama bagi petani yang tinggal di daerah pelosok. Kondisi ini membuat mereka kesulitan menebus pupuk ketika diperlukan.
“Ada wilayah-wilayah yang sangat jauh atau terpencil, sehingga petani kesulitan menebus pupuk di kios-kios yang lokasinya jauh dari tempat tinggal mereka,” jelas Dicky.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Dicky menyampaikan bahwa pihaknya terus mendorong pihak lain agar membuka kios atau agen pupuk di wilayah terpencil.
“Intinya, keberadaan kios atau agen di dekat wilayah para petani sangat membantu. Kami sangat terbuka jika ada mitra yang ingin membuka kios di wilayah-wilayah tersebut,” tambahnya.
Editor: Agus Priwandono