SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Kasus pembakaran peternakan ayam di Kampung Cibetus, Desa Curuggoong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, pada Minggu 24 November 2024 lalu membuat PT Sinar Ternak Sejahtera (STS) mengalami kerugian yang tidak sedikit.
Jumlah kerugian yang dialami oleh pihak perusahaan tersebut mencapai puluhan miliar. “Kerugian kami sampai puluhan miliar,” ujar Farm Manager PT STS Farm Padarincamg, Yaman Mansur, Kamis 12 Desember 2024.
Kerugian tersebut dihitung dari tiga kandang yang dibakar warga. Masing-masing kandang itu mempunyai tiga lantai dan terdapat peralatan-peralatan peternakan. “Selain itu ada sekitar 65 ribu ayam yang mati. Ayam yang mati ini bobot satu ekornya 2,4 kilogram sampai 2,8 kilogram,” kata Yaman.
Yaman mengatakan, perusakan dan pembakaran yang dilakukan warga tersebut dipicu soal tudingan mencemari lingkungan. Padahal, PT STS sudah menerapkan peternakan yang modern sehingga tidak menimbulkan bau dan lalat.
“Kami menerapkan peternakan yang modern, tidak ada bau apalagi lagi lalat. Mengenai kotoran ayam setiap hari dibersihkan dengan sekam dan diberi kapur agar tidak bau,” ungkapnya.
Yaman menegaskan, PT STS beroperasi di wilayah Curuggoong telah mengantongi izin lingkungan dari masyarakat sekitar dan Pemerintah Kabupaten Serang. “Kami kalau tidak punya izin tentu tidak akan beroperasi, izin kami semua lengkap,” tegasnya.
Yaman mengatakan, aksi perusakan dan pembakaran itu tidak mewakili semua masyarakat yang ada di Desa Curuggoong. Sebab, mayoritas masyarakat kebanyakan mendukung adanya peternakan ayam tersebut.
“Yang melakukan perusakan dan pembakaran hanya segelintir masyarakat, mayoritas masyarakat tidak mempersalahkan adanya peternakan, apalagi kami juga merekrut masyarakat sekitar sebagai karyawan,” ungkapnya.
Yaman mengungkapkan, saat kejadian perusakan dan pembakaran terjadi, para pelaku juga melakukan pengeroyokan terhadap karyawan dan PT STS. “Ada sekuriti dan karyawan kami yang dikeroyok,” ujarnya.
Yaman menyayangkan adanya perusakan, pembakaran dan pengeroyokan yang dilakukan oleh segelintir masyarakat tersebut. Seharusnya, komplain masyarakat itu harus ditempuh melalui mediasi terlebih dahulu. “Upaya mediasi yang diinisiasi Muspika tidak berjalan, yang hadir hanya dari pihak yang pro kepada kami yang kontra tidak hadir,” tuturnya.
Editor: Abdul Rozak