PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID – Satuan Pendidikan Nonformal/Sanggar Kegiatan Belajar (SPNF SKB) Kabupaten Pandeglang menyatakan kesiapannya menampung anak putus sekolah yang ingin melanjutkan pendidikan melalui program pendidikan kesetaraan.
Plt. Kepala SPNF/SKB Pandeglang, Enong Reasih, membeberkan strategi unik untuk menangani anak putus sekolah.
Ia menyebut, timnya turun langsung ke kelurahan, desa, hingga berbincang dengan tokoh masyarakat untuk menjaring anak-anak yang putus sekolah.
“Kami mendatangi pak Lurah, pak RT, atau tokoh masyarakat untuk bertanya apakah ada warga yang drop out atau tidak melanjutkan sekolah. Setelah itu, kami beri sosialisasi tentang pentingnya pendidikan,” ungkap Enong pada, Jumat, 20 Desember 2024.
Menurutnya, SPNF/SKB siap melayani anak putus sekolah yang ingin melanjutkan pendidikan melalui program kesetaraan.
“Fokus utama kita adalah anak-anak yang drop out. Namun, lulusan formal yang ingin belajar di sini tetap bisa bergabung, meski prioritas tetap anak putus sekolah,” tegasnya.
Enong menambahkan, pihaknya terus memantau dan mengevaluasi data anak putus sekolah dari Dindikpora Pandeglang untuk mencegah anak putus sekolah.
Ia menyebut, program seperti kelompok belajar bersama hingga dukungan dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) menjadi upaya nyata untuk menjangkau lebih banyak anak.
“Kami buka rombongan kelompok belajar untuk menjangkau seluruh masyarakat, supaya tidak ada lagi yang terlewat dari pendidikan,” jelasnya.
SPNF/SKB Pandeglang terus berupaya mempermudah akses pendidikan bagi siswa, termasuk anak putus sekolah. Pihaknya menyediakan fasilitas belajar online dan mencetak modul pembelajaran khusus untuk siswa di daerah terpencil.
“Kami juga memberikan pelatihan keterampilan di SKB, agar mereka bisa berwirausaha atau mendapatkan pekerjaan di masa depan,” ujarnya.
Ia menambahkan, fasilitas sarana dan prasarana di SKB sudah memadai.
“Kami sudah punya ruang laboratorium komputer untuk mendukung akses layanan pendidikan,” jelasnya.
Namun, Enong mengakui, ada tantangan dalam menjalankan program ini.
Menurutnya, tantangan itu sering kali siswa hanya sebatas ingin mendapatkan ijazah saja tanpa mengikuti tahapan yang harus dilalui.
“Tantangan terbesar adalah masyarakat yang ikut program Paket A, B, atau C sering kali ingin langsung mendapatkan ijazah. Itu sebabnya kami harus ekstra memotivasi mereka agar tetap semangat belajar,” pungkasnya.
Editor: Agus Priwandono