SERANG,RADARBANTEN.CO.ID-Kasus dugaan korupsi pengelolaan dan pengangkutan sampah di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) tahun 2024 senilai Rp75,9 miliar bakal diaudit kerugian negaranya.
Saat ini, penyidik pidana khusus (pidsus) Kejati Banten sedang berkoordinasi dengan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Banten.
“Kita sedang berkoordinasi dengan BPKP terkait perhitungan kerugian negaranya,” ujar Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna dikonfirmasi, Senin kemarin.
Rangga mengatakan, selain dengan auditor, pihaknya juga sedang berkoordinasi dengan ahli lingkungan hidup dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dilibatkannya ahli dalam kasus ini, untuk mengetahui cara pengelolaan sampah yang baik dan benar.
“Kami akan melibatkan ahli dari ITB untuk menanyakan terkait pengelolaan sampah yang benar itu seperti apa,” jelasnya.
Rangga mengatakan, sampai saat ini, penyidik telah memeriksa lebih dari 30 orang saksi. Saksi yang diperiksa tersebut berasal dari swasta dan pihak swasta.
“Saat ini sudah 37 saksi yang diperiksa, belum (penetapan tersangka-red),” katanya.
Plh Asisten Intelijen Kejati Banten, Aditya Rakatama mengatakan, proyek senilai Rp 75 miliar itu ditaksir merugikan negara hingga Rp 25 miliar lebih.
Taksiran tersebut didapat dari pengelolaan sampah senilai Rp 25,2 miliar yang tidak dilaksanakan.
“Tim penyidik baru memperkirakan kerugian negara dari satu item pekerjaan yang tidak dilaksanakan, kurang lebih Rp 25 miliar (kerugian negara-red),” ungkapnya.
Rakatama menjelaskan, nilai anggaran untuk proyek ini senilai Rp 75,9 miliar. Rinciannya, Rp 50,7 miliar untuk pengangkutan sampah sedangkan sisanya sebesar Rp 25 miliar lebih untuk pengelolaannya. “Anggarannya untuk dua kegiatan,” katanya.
Ia juga mengatakan, pengerjaan pengelolaan dan pengangkutan sampah ini dilakukan oleh perusahaan swasta PT EPP.
Perusahaan ini menandatangani kontrak kerjasama dengan pihak Pemkot Tangsel. “Anggarannya sudah dibayar (ke PT EPP-red), kan ini kontrak,” ucapnya.
Ia menerangkan, dari hasil penyidikan sementara, penetapan PT EPP sebagai pelaksana pekerjaan diduga kuat terdapat persekongkolan dari pihak-pihak tertentu.
Sebab, PT EPP tidak layak menjadi pelaksana pekerjaan ini karena tidak memenuhi kualifikasi.
“PT EPP ini tidak punya kapasitas dan fasilitas pengelolaan sampah,” ujarnya.
Rakatama menambahkan, kasus ini mulai naik tahap penyidikan sejak Selasa lalu (4/2).
Kendati sudah naik ke tahap penyidikan, penyidik belum menahan pihak yang dianggap bertanggungjawab.
“Masih berproses (penyidikan-red),” tuturnya.
Reporter: Fahmi Sa’i
Editor: Agung S Pambudi