Oleh : Dr. KH. Encep Safrudin Muhyi, MM., M.Sc
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ
Artinya : Dan demikianlah Kami jadikan kalian umat yang wasath (moderat) agar kalian menjadi saksi atas manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas kalian. (QS. Al-Baqarah : 143)
Refleksi Fitrah Manusia
Kebaikan dan tolong-menolong merupakan fitrah manusia yang dianugerahkan Allah SWT. Dalam setiap langkah kehidupan, hati nurani kita senantiasa diingatkan oleh Allah untuk berbuat baik kepada sesama. Meski terkadang muncul godaan yang membuat kita enggan berbuat kebaikan, pada akhirnya Allah memberikan pilihan kepada kita: memilih jalan kebaikan atau keburukan. Kita tentu menyadari bahwa setiap perbuatan, baik maupun buruk, akan membawa konsekuensi, di dunia maupun di akhirat.
Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diperingati setiap bulan Rabiul Awal bukanlah sekadar mengenang kelahiran seorang tokoh agung. Lebih dari itu, Maulid merupakan momen untuk merenungkan kembali fitrah kita sebagai hamba Allah SWT yang diciptakan untuk beribadah serta meneladani Rasulullah SAW. Melalui Maulid, kita diajak memperkuat iman, meningkatkan ketakwaan, dan merefleksikan nilai-nilai luhur yang beliau ajarkan.
Nabi Muhammad SAW adalah suri teladan dan rahmat bagi semesta alam. Karena itu, peringatan Maulid tidak hanya diisi dengan tradisi tabligh akbar atau pengajian semata, melainkan juga menjadi sarana refleksi diri atas fitrah kehidupan manusia. Peringatan ini adalah wujud cinta dan syukur kita atas kelahiran Nabi, yang dengan risalahnya membawa kebahagiaan sejati bagi umat manusia. Sebab mencintai Nabi Muhammad SAW berarti mencintai Allah SWT.
Maulid Nabi SAW menjadi pelajaran berharga bahwa manusia, dalam fitrahnya, hanyalah hamba yang lemah di hadapan Allah. Dengan memahami esensi Maulid, kita disadarkan bahwa tujuan hidup sejati adalah beribadah kepada Allah dengan meneladani Rasulullah SAW. Dengan demikian, kebahagiaan hakiki dapat diraih, baik di dunia maupun di akhirat.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah momen agung bagi umat Islam sebagai ungkapan syukur atas kelahiran Rasulullah. Melaluinya, kita belajar dan mengambil hikmah dari perjuangan beliau dalam menyebarkan Islam dan membimbing umat menuju jalan kebenaran.
Toleransi Beragama
Moderasi beragama adalah prinsip penting dalam kehidupan masyarakat yang majemuk seperti Indonesia. Prinsip ini menekankan pemahaman dan praktik beragama yang seimbang, toleran, serta menghormati perbedaan. Moderasi beragama tidak hanya mencegah ekstremisme, tetapi juga menumbuhkan perdamaian, harmoni, dan kerukunan antarumat beragama.
Dalam peringatan Maulid Nabi SAW, nilai-nilai Islam seperti kasih sayang, toleransi, dan perdamaian disampaikan melalui ceramah, pembacaan Al-Qur’an, dan diskusi keagamaan. Hal ini diharapkan dapat membantu masyarakat memahami Islam dengan lebih baik serta mendorong terciptanya pemahaman yang seimbang, jauh dari sikap fanatisme yang berpotensi menimbulkan permusuhan.
Peringatan Maulid Nabi SAW juga dapat menjadi sarana penguatan moderasi beragama. Melalui momentum ini, nilai persatuan, toleransi, dan edukasi keagamaan dapat ditegakkan. Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah dan tokoh agama,.perlu mendukung serta mengawasi kegiatan keagamaan agar berdampak positif bagi terciptanya harmoni sosial.
Toleransi adalah salah satu sikap utama yang diteladankan Rasulullah SAW. Sebagai pemimpin masyarakat Madinah yang multikultural, beliau memberikan hak penuh kepada komunitas non-Muslim untuk menjalankan agama mereka tanpa paksaan. Sikap inilah yang menjadi dasar terciptanya kehidupan yang damai di tengah keberagaman.
Para ulama pun menekankan pentingnya sikap moderat dan toleran dalam beragama. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menegaskan bahwa agama harus dijalankan secara seimbang, menjauhi sikap ekstrem yang justru bertentangan dengan esensi Islam yang penuh kasih sayang dan kedamaian.
Oleh karena itu, peringatan Maulid Nabi SAW hendaknya menjadi momen untuk merefleksikan nilai moderasi dan toleransi yang diajarkan beliau. Di tengah dunia yang kerap diwarnai konflik antaragama, kita perlu belajar dari Rasulullah tentang bagaimana menciptakan harmoni di tengah perbedaan. Moderasi dan toleransi tidak berarti mengurangi keyakinan, melainkan menunjukkan bahwa Islam adalah agama rahmat, cinta, dan keadilan bagi seluruh manusia, tanpa memandang agama, etnis, atau budaya.
Dalam peringatan Maulid, umat Islam dituntun untuk kembali meneladani sikap Rasulullah: penuh kasih sayang, toleran, dan moderat. Nilai-nilai inilah yang menjadi fondasi terbentuknya masyarakat damai, harmonis, dan berkeadaban di tengah keberagaman.

Dr. KH. Encep Safrudin Muhyi, MM, M.Sc, Pimpinan Pondok Pesantren Fathul Adzmi Cikedal Pandeglang & Anggota FKUB Provinsi Banten











