Dugaan Korupsi Internet Desa Rp3,5 Miliar
SERANG – Mantan Kepala Dinas Perhubungan dan Komunikasi (Dishubkominfo) Banten Revri Aroes diduga menerima sejumlah uang dari kegiatan internet desa Rp3,5 miliar. Uang tersebut diberikan sebagai fee proyek dari kegiatan pengembangan telekomunikasi dan telematika pada Dishubkominfo Banten tahun 2016.
“Ada persentasenya yang diterimanya (nilai uang yang diterima Revri Aroes-red), yang pasti ada aliran uang ke dia (Revri Aroes-red),” ujar sumber Radar Banten di Kejati Banten saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon Selasa (20/10) kemarin.
Namun sumber tersebut enggan menyebutkan nilai uang yang diterima Revri. Alasannya, hal tersebut bersifat rahasia penyidikan. Jumlah nilai uang yang diterima Revri akan diungkap pada saat persidangan nanti. “Kalau nominalnya tidak bisa saya sebutkan, nanti diungkap pada saat persidangan,” katanya.
Selain Revri, dua tersangka lain turut disebut menikmati uang dari proyek yang didanai oleh APBD Banten tersebut. Keduanya, Direktur CV Sarana Duta Indah (SDI) Muhammad Kholid dan Kepala Laboratorium Administrasi Untirta Deden Muhammad Kholid. Sedangkan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) proyek Haliludin tidak menikmatinya. “Deden dan Kholid ada (menikmati uang-red),” ujarnya.
Sumber tersebut tidak mempersoalkan apabila ketiga tersangka tersebut membantah menikmati uang proyek. Sebab, penyidik telah memperoleh bukti yang cukup mengenai aliran uang proyek. “Kalau membantah tidak apa-apa, itu hak tersangka, tapi kami yakin menikmati uangnya, kami punya bukti dan keterangan saksi,” katanya.
Dikonfirmasi mengenai aliran uang tersebut, Kasi Penkum Kejati Banten Ivan Hebron Siahaan membenarkannya. “Iya ada (aliran uang-red). Untuk nilai berapanya (ketiga tersangka-red) saya tidak tahu persis,” ucap Ivan saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Ivan mengatakan, kerugian negara yang disebabkan dari kegiatan tersebut mencapai Rp1,2 miliar. Jumlah tersebut didapat dari hasil audit Inspektorat Banten. “Kerugian negaranya Rp1 miliar sekian, itu hasil audit yang kami terima,” ucap mantan Kasi Pidum Kejari Barito Timur tersebut.
Dijelaskan Ivan, kegiatan tersebut berupa bimbingan teknis (bimtek) kepada aparatur desa. Jumlah aparatur desa yang terdaftar mengikuti kegiatan sebanyak seribu orang. “Kegiatan internet desa itu diikuti pesertanya ada seribu orang dari aparatur desa (se Provinsi Banten-red),” kata Ivan.
Namun pada pelaksanaannya, kata Ivan, jumlah peserta yang mengikuti kegiatan diduga tidak mencapai seribu orang seperti yang tertuang dalam dokumen surat pertanggungjawaban (SPJ). “Temuannya tidak sesuai dengan SPJ. Para peserta itu menerima uang saku Rp3,5 juta untuk kegiatan tersebut. Makanya ada selisih Rp1 miliar sekian itu,” kata Ivan.
Sementara itu, Kuasa Hukum Revri, Dedi Eka Putra membantah kliennya menikmati uang dari proyek tersebut. Kata dia, dana kegiatan ditransfer ke rekening Untirta bukan rekening milik Revri. “Uang itu sampai ke rekening Untirta senilai Rp3,5 miliar, dan Untirta memberikan kepada sesorang yang sebagai EO (event organizer-red). Hubungan dana tersebut kepada pribadi klien kami tidak ada. Tidak ada (menerima uang-red),” kata Dedi.
Hal yang hampir senada juga diungkapkan oleh Kuasa Hukum Deden, Teguh Irfiansyah. Deden tidak menerima fee proyek selain dari honor kegiatan. “Yang saya tahu enggak terima (fee proyek-red), Pak Deden terima uang sebagai panitia kegiatan nilainya sekitar Rp27 jutaan,” tutur Teguh.
Selasa (13/10) lalu Revri, Deden, Kholid dan Haliludin dijebloskan ke Rutan Kelas IIB Pandeglang. Penahanan keduanya dilakukan penyidik untuk mempercepat proses penyidikan. Keempatnya, dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (mg05/air)