SERANG – Komisi V DPRD Banten meminta Pemprov Banten untuk melakukan perhitungan yang matang sebelum menerapkan program pendidikan gratis untuk jenjang SMA SMK yang rencananya akan digulirkan pada tahun ajaran baru 2018-2019.
Menurut Ketua Komisi V DPRD Banten Fitron Nur Ikhsan, Pemprov Banten harus memikirkan secara matang, terutama soal suprastruktur dan infrastruktur yang masih diragukan kesiapannya. Kalau belum siap jangan dipaksakan karena akan tambah masalah.
“Kalkulasi dulu secara matang. Tanpa kajian nanti karut marut ke depannya,” kata Fitron kepada wartawan, akhir pekan kemarin.
Fitron meminta Pemprov segera melengkapi regulasi terkait program pendidikan gratis. Dengan demikian, para pelaksana kebijakan di lapangan tak kebingungan. “Pikirkan lagi. Ini kebijakan, regulasinya, koordinasinya, serta kesiapan lapangannya harus dipastikan lagi,” katanya.
Kesiapan aspek-aspek tersebut, kata Fitron, harus dilakukan agar tidak menjadi celah permasalahan di kemudian hari. Menurutnya, penutup potensi masalah sangat penting agar tenaga, waktu, dan pikiran Pemprov tidak habis untuk hal yang itu-itu saja.
“Kaji dulu dampaknya. Jangan menjebak diri kita untuk berbuat baik dengan menabung masalah di masa depan. Saya masih ragu Pemprov siap secara suprastruktur dan infrastruktur,” katanya.
Komisi V selama ini menerima banyak keluh kesah yang disampaikan Forum Komunikasi Komite Sekolah (FKKS) yang khawatir penerapan program pendidikan gratis bisa menurunkan mutu pendidikan. Sebab, capaian sekolah di tiap daerah berbeda. Program pendidikan gratis implementasinya harus dibarengi dengan kajian terkait dampak pada penurunan mutu pendidikan.
“Itu juga yang kami pikirkan saat rapat dengan Badan Anggaran, apakah anggaran Rp2,1 juta (alokasi dana Bosda SMA SMK per siswa per tahun) itu bisa memenuhi delapan standar pendidikan. Karena dari Malingping ke Tangsel kalau anggaran flat dan tiba-tiba enggak boleh pemungutan, itu akhirnya berpengaruh atau tidak pada kualitas pendidikan,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua FKKS Kabupaten Tangerang Nurhipalah mengatakan, pada dasarnya mereka sangat setuju dengan program pendidikan gratis yang digagas Pemprov. Meski demikian, pihaknya juga menilai kebijakan itu belum bisa diterapkan untuk saat ini.
“Kita sangat setuju dengan sekolah gratis ketika memang anggarannya dipenuhi. Karena, sudah jelas standar minimal pembiayaan pendidikan saja belum tercapai,” ujarnya.
Menurutnya, standar minimal pembiayaan pendidikan khususnya SMA SMK adalah Rp5,7 juta per siswa per tahun. Adapun yang kini ditanggulangi oleh pemerintah hanya pada angka Rp3,4 juta. Rinciannya, BOS dari pemerintah senilai Rp1,4 juta dan Bosda atau dari provinsi sekira Rp2 juta per siswa per tahun. “Subsidi yang diberikan provinsi itu artinya mengurangi beban yang tadinya SPP (sumbangan pembinaan pendidikan) Rp300.000, sekarang kalau disubsidi sampai Rp2juta kenanya bisa Rp150.000. Masyarakat sangat berterima kasih, tapi sekolah gratis ini masih jauh dari harapan,” jelasnya.
Diketahui, Pemprov Banten berencana mulai menerapkan program pendidikan gratis pada tahun ajaran peserta didik 2018-2019 ini. Dalam penerapannya, Pemprov akan mengucurkan bantuan operasional. Dengan kucuran dana tersebut, seluruh SMA SMK negeri dilarang memungut biaya dari para siswa.
Terkait program SMA SMK gratis, Wakil Gubernur Andika Hazrumy menuturkan, saat ini masih proses kajian. Dirinya bersama Gubernur Wahidin juga masih menunggu kesiapan dari Dindikbud. “Masih kita kaji dan matangkan. Agar tidak menjadi persoalan, kajiannya harus matang. Kalau Mei-Juni kajiannya sudah selesai, tahun ajaran baru sudah bisa diterapkan,” ungkapnya.
Andika pun memahami kekhawatiran kepala sekolah terutama di SMK. Makanya, Pemprov terus menghitung kebutuhan anggaran.
“Kita menunggu Dindik, mampu enggak Dindiknya agar Juli sudah ada keputusan,” tandas Andika. (Deni S/RBG)