SERANG – Kebingungan pihak komite SMA/SMK di Provinsi Banten untuk melaksanakan Pergub Nomor 31 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Gratis seperti belum terjawab dalam waktu dekat. Ini lantaran petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) pendidikan gratis hingga kini belum juga turun.
Kepala Dindikbud Provinsi Banten Engkos Kosasih Samanhudi mengatakan, saat ini pihaknya sedang mempersiapkan tahapan sosialisasi dan persiapan pembahasan juknis. Itu dilakukan sebagai tindak lanjut dari Pergub 31/2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Gratis. “Nanti saya akan road show ke kabupaten dan kota ke KCD (kantor cabang dinas) itu untuk memberikan sosialisasi bersama kabid-kabid (kepala bidang),” katanya saat rapat dengan Komisi V DPRD Banten di aula Dinas Sosial Provinsi Banten, kemarin.
“Itu (juknis) oleh kepala dinas ditandatanganinya. Baru kemarin, sedang disusun itu harus. Harus sejalan seiring namanya juga mitra,” sambung Engkos.
Disinggung terkait dengan substansi Pasal 32 Pergub 31/2018 sama dengan Pergub tentang Komite Sekolah tahun sebelumnya yang membahas tentang sumbangan atau partisipasi orangtua siswa, ia menampik. Ia menjelaskan bahwa yang tak boleh ada itu pungutan bersifat memaksa, mengikat, dan menekan. “Kalau itu sebatas sumbangan atau bantuan, baik dari orangtua yang mampu baik masyarakat sekitar dari perusahaan dana CSR, itu kan boleh-boleh saja,” terangnya.
Kata dia, pemberlakuan Pergub 31/2018 tidak berarti menghilangkan peran komite. Ia juga menjelaskan bahwa sumbangan yang masuk dari orangtua siswa atau CSR perusahaan tidak tertuang dalam anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS). “Kalau yang tertuang dalam RKS (rencana kerja sekolah) itu dari APBN dari APBD, misalnya sumbangan tidak mengikat belum tentu, belum pasti. Sifatnya insindentil untuk menunjang kegiatan belajar mengajar dengan harapan mutu pendidikan meningkat,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Komisi V DPRD Banten Fitron Nur Ikhsan mengaku bahwa juknis akan dibahas Dindikbud bersama komisi yang dipimpinnya. Namun, perlu diingat bahwa stakeholders bukan cuma Komisi V. “Jadi, sama kayak pergub dibahasnya sembunyi-sembunyi tahu-tahu jadi dan enggak ada satu stakeholders pun yang tahu isi dari pergub. Termasuk bagaimana pada waktu raperda, Biro Hukum dan Dindik terlihat seperti enggak kompak,” terangnya.
Menurutnya, pembahasan juknis harus mendengarkan dan membahas bersama dengan kepala sekolah, komite sekolah, dewan pendidikan, dan stakeholders pendidikan. “Ya, contohlah Komisi V pada waktu membahas raperda. Semua stakeholders dilibatkan, jadi bikin juknis tak dilibatkan, jadi juknis nanti tidak memiliki keselarasan terhadap kebutuhan di lapangan,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, mekanisme penerapan Pergub Nomor 31 Tahun 2018 untuk SMA/SMK negeri masih membuat bingung pihak komite sekolah. Dengan diperbolehkannya menarik sumbangan dari orangtua siswa maka label gratisnya menjadi akan hilang.
Ketua Komite SMAN 3 Kota Serang Deni Arisandi mengatakan, anggaran dari bantuan operasional sekolah (BOS) yang berasal dari pemerintah pusat dan BOS daerah (Bosda) yang berasal dari APBD belum cukup memenuhi kebutuhan sekolah. Kalau memang ada program pendidikan gratis, kata dia, seharusnya tidak ada biaya lagi yang dibebankan kepada orangtua siswa. “Kalau ada (sumbangan-red), berarti bukan gratis,” tandasnya.
Kata dia, kalaupun ada partisipasi dari orangtua, hal itu untuk menutupi kegiatan di luar yang dibiayai BOS dan Bosda, misalnya ekstrakurikuler. “Tentu kami juga bingung menyampaikan kepada orangtua. Pendidikan gratis, tapi diminta sumbangan karena dana yang ada belum cukup,” ujar Deni. (Fauzan D/RBG)