SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Penyidik pidana khusus Kejati Banten dalam waktu dekat akan merampungkan kasus dugaan korupsi pengadaan Aplikasi Smart Transportation SC di anak perusahaan Telkom PT Sigma Cipta Caraka (SCC) tahun 2017 yang merugikan negara Rp 20 miliar lebih.
Saat ini, penyidikan kasus tersebut masih dalam proses tahap satu atau pemeriksaan berkas perkara oleh jaksa peneliti Kejati Banten.
“Saat ini masih tahap satu, tidak lama lagi selesai (penyidikannya-red),” ujar Aspidsus Kejati Banten, Ricky Tommy Hasiholan saat ditemui di Kejati Banten, Kamis 13 Juli 2023.
Ricky mengatakan, dalam kasus tersebut pihaknya telah menerima hasil perhitungan kerugian negara dari kantor akuntan publik. Dari hasil audit akhir dalam kasus tersebut, jumlah kerugian negaranya bertambah. “Hasil auditnya sudah kami terima, nilainya Rp 20 miliar lebih,” ujar Ricky.
Ricky menyebut, kerugian awal dalam kasus tersebut mencapai Rp 19,2 miliar. Namun, setelah dilakukan audit secara menyuruh nilai bertambah. “Bertambah karena adanya penalti (denda-red) yang harus dibayar,” ujar Ricky.
Kajati Banten, Kajati Banten Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan, dalam kasus tersebut pihaknya telah menetapkan dua orang sebagai tersangka. Kedua tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT SC berinisial VHM dan ice President Sales PT SCC berinisial BP. “Tersangka dilakukan penahanan,” kata Didik.
Didik menjelaskan, proyek pekerjaan tersebut berkaitan dengan pengadaan Smart vehicle Toyota sebanyak 90 unit, Link Internet, Cloud System App M force 20 user dan Internet Device (laptop/Hp) sebanyak 90 unit.
Untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, PT SCC selaku perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi dan teknologi informasi menunjuk PT TAP sebagai mitra pelaksana pekerjaan atau subkontrak.
“Prosesnya (pelaksanaan pekerjaan-red) melalui mekanisme penunjukkan langsung, dan mengikat perjanjian berdasarkan kontrak Nomor : 189-PRC/SCC/OTAP/A/17 dan Nomor 04/PKS/TAP-SIGMA/PRO/05/2017 tanggal 08 Juni 2017 dengan nilai kontrak Rp16.149.941.400,” ungkap Didik.
Didik mengatakan, dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut terdapat perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara. Seperti, penunjukan langsung kepada PT TAP sebagai mitra oleh PT SCC.
Penunjukan PT TAP ini disebut sebagai pengondisian atas inisiasi dari tersangka BP bersama VM. Padahal, PT TAP bukanlah perusahaan yang berada di naungan Telkom Group, Telkom Sigma Group, Partnership Kemitraan, provider/operator, agen tunggal, distributor, principal, pemegang lisensi untuk produk/jasa spesifik.
“PT SC sebagai pemberi pekerjaan (costumer) kepada PT SCC merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan PT TAP sebagai mitra atau Vendor Telkomsigma, dimana pengendali kedua perusahaan yaitu VM dan direksi kedua perusahaan tersebut,” ungkap Didik.
Didik mengatakan, Presiden Direktur PT SC yakni VM dan Direktur Utama PT TAP mempunyai hubungan keluarga. “Direksi kedua perusahaan tersebut mempunyai hubungan keluarga yaitu VM (Presiden Direktur PT SC) dengan LM (Direktur Utama PT TAP),” ujar Didik.
Didik menerangkan, PT SCC telah melakukan pembayaran lunas termasuk PPN 10 persen kepada PT TAP seluruhnya sebesar Rp 17.764.935.540. Padahal, pekerjaan proyek tersebut tidak terlaksana.
“Tidak ada atau tidak ada barangnya (fiktif), karena PT TAP tidak pernah melakukan pemesanan/PO barang dan sama sekali tidak pernah dilakukan uji terima dan serah terima barang/pekerjaan secara nyata serta dokumen BAUT, BAST, DO tanggal 09 Juni 2017, hanya digunakan sebagai formalitas dokumen untuk pencairan uang dari PT SCC ke PT TAP,” tutur Didik (*)
Reporter: Fahmi Sa’i
Editor: Aditya