SERANG,RADARBANTEN.CO.ID-Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Provinsi Banten mengajak kepada para korban kekerasan seksual untuk berani speak up.
Kepala DP3AKKB Banten Siti Maani Nina mengatakan, speak up diperlukan guna mengungkap kasus yang dialaminya. Sebab, kata Nina, banyak kasus dimana korban enggan speak up baik itu kepada keluarga maupun aparat penegak hukum (APH) sehingga kasusnya tidak terungkap.
“Banyak kasus saat ini pelakunya adalah orang dekat, sehingga speak up sangatlah diperlukan khususnya kepada keluarga. Karena itu sudah menjadi fungsi dari keluarga,” kata Nina kepada Radar Banten belum lama ini.
Kata Nina, DPA3KKB sendiri akan siap untuk menindaklanjuti setiap kasus pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan dibawah umur. Pihaknya memberikan jaminan perlindungan sosial kepada para korban.
“Tentunya kita akan memberikan pelindungan kepada para korban dan memberikan rehabilitasi sosial guna mengatasi trauma dari korban yang bersangkutan,” kata Nina.
Lebih jauhnya, Nina mengungkapkan, jumlah kasus pelecehan seksual di Banten pada tahun 2023 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni dari 1131 kasus di tahun 2022, dan 1026 kasus di tahun 2023.
Walaupun menurun, hal tersebut tidak lantas menjadikan Kabupaten dan Kota menjadi darrah yang ramah anak. Sebab, Pemerintah Daerah setempat harus melakukan tindakan lainnya dalam menjaga anak-anak.
“Pemerintah Daerah harus menjamin bagaimaan dia (sang anak-red) mendapatkan setiap haknya baik itu bermain maupun melakukan hal-hal lainnya dengan jaminan keamanan. Jadi tidak hanya menangani tiga kasus, lalu mengubah satu status indikator, karena yang terluka tidak hanya kita, tapi anak anak juga,” ungkapnya.
Walaupun begitu, Nina mengapresiasi para petugas yang sudah menindaklanjuti setiap kasus dan memberikan rehabilitasi sosial kepada para korban.
Ketua Lembaga Perlondungan Anak Indonesia (LPAI) Banten Adi Abdillah Marta mengaku tengah fokus dalam penanganan kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak. Adi mengaku miris dengan tingginya kasus tidak senonoh itu di Provinsi Banten.
Mirisnya lagi, pelaku kekerasan dan pelecehan seksual tidak lain merupakan orang dekat korban seperti teman, saudara, bahkan hingga orang tua sambung. Hal itu diketahui berdasarkan temuan pihaknya di lapangan.
“Banten merupakan daerah agamis dengan banyak pesantren didalamnya, namun fakta dilapangan banyak kasus terjadi oleh oknum agamawan bahkan dilakukan orang terdekat yang harus melindungi seperti orang tua, dan keluarga. Ini tentu menjadi konsen bersama untuk perbaikan, penyadaran lalu evaluasi bagi stakeholder pemerintah. Ayo bersama ware, peduli, karena masalah anak adalah masalah bangsa,” ungkapnya.
LPAI Banten berkomitmen untuk siap bersinegri dengan pihak manapun dalam hal pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak di Banten.
“Sinegri dan kolaborasi adalah kunci, jadi perlindungan dan pemenuhan hak anak tidak dilakukan secara sektoral tapi kolaboratif dari semua pihak. Sebab, anak adalah masa depan bangsa, maka kepedulian adalah utama bagi kita. Berikan solusi sesuai keingginan dan kebutuhan anak, bukan solusi kita sebagai orang tua yang dipaksakan kepada anak,” pungkasnya. (*)
Reporter: Yusuf Permana
Editor: Agung S Pambudi