LEBAK, RADARBANTEN.CO.ID – Kabar gembira datang untuk Kabupaten Lebak. Empat warisan budaya asal Lebak menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) RI.
Empat budaya dan kearifan lokal tersebut adalah kue Jojorong, Carita Pantun Baduy, kacapi Buhun,.dan golok Sajira.
Penetapan ini membantu melindungi warisan budaya dari kepunahan, memastikan transmisi antar generasi, dan meningkatkan kesadaran serta penghargaan masyarakat terhadap budaya lokal.
Kue Jojorong khas Lebak dikenal sebagai hidangan tamu kesultanan. Kue ini terbuat dari tepung beras dengan wadah dari daun dan di dalamnya terdapat gula aren.
Kue Jojorong tersebar di wilayah Kabupaten Lebak dan Pandeglang.
Rasa manis, lembut, dan pulen menjadikan kue ini sangat enak.
Carita Pantun Baduy merupakan tradisi lisan dari masyarakat adat Baduy.
Biasanya, tradisi Carita Pantun Baduy akan disampaikan pada saat dilakukan tradisi dan adat masyarakat Baduy.
Kacapi Buhun merupakan alat musik khas Baduy. Alat musik tradisional ini hanya ditemukan di Baduy.
Alat musik ini digunakan sebagai sarana ritual adat ketika hendak menanam padi, membangun rumah, atau untuk acara tertentu seperti pernikahan.
Golok Sajira merupakan golok yang ditemukan di daerah Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak.
Golok Sajira merupakan senjata khas Lebak dari Kecamatan Sajira. Namun, telah tersebar hingga ke beberapa kecamatan lain.
Menurut Ubaidillah Muchtar, Kepala Museum Multatuli pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Lebak, pendaftaran WBTB tersebut untuk menjaga budaya dan tradisi tersebut agar tidak punah.
“Jadi adanya WBTB ini, ke depanya harus ada pelindungan dan pemanfaatan dan ada kegiatannya. Sehingga budaya yang ada di Lebak tidak punah,” kata Ubaidillah kepada RADARBANTEN.CO.ID, Rabu, 21 Agustus 2024.
Ubaydillah menjelaskan, masuknya empat warusan budaya dari Lebak ini untuk mendukung 4P yang merupakan upaya dalam melindungi kebudayaan di Lebak.
“Jadi empat 4P merupakan kepanjangan dari perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan,” ujarnya.
Menurutnya, adanya 4P untuk mengembangkan dan melestarikan kebudayaan secara keberlanjutan.
“Perlindungan (di sertifikasi), pengembangan (adanya kegiatana festival dan lainnya), pemanfaatan (dokumentasi dan lainnya), dan pembinaan (pegiat dan maestro dapat pembinaan),” tandasnya. (*)
Editor: Agus Priwandono