SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Kasus perundungan siswi SMP asal Kecamatan Serang, Kota Serang berinisial SA (13) mulai disidik petugas UPPA Satreskrim Polresta Serang Kota. Kasus ini disidik usai penyidik mendapat alat bukti yang cukup dan upaya diversi belum membuahkan hasil.
“Sudah gelar perkara guna meningkatkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan,” ujar Kasatreskrim Polresta Serang Kota, Kompol Hengki Kurniawan, akhir pekan kemarin.
Kasus perundungan yang viral di media sosial ini mulai ditangani petugas kepolisian setelah pihak keluarga korban membuat laporan pengaduan yang ditujukan kepada Kapolresta Serang Kota, Kombes Pol Sofwan Hermanto. Laporan pengaduan ini dibuat pada 27 Juli 2024.
“Dari laporan pengaduan ini diterbitkan surat perintah penyelidikan Nomor: SP.Lidik/289/VII/RES.1.24./2024/Reskrim tangga 27 Juli 2024,” ungkap pria asal Palembang ini.
Saat dilakukan proses penyelidikan, penyelidikan telah melakukan permintaan keterangan dari keluarga korban dan korban. Dari keterangan tersebut, didapati persoalan perundungan ini berawal dari tudingan ketiga anak pelaku CA, DE dan SH terhadap SA. “SA ini menurut anak pelaku menuduh DE sudah tidak perawan,” ujar Hengki.
Adanya tuduhan itu, membuat ketiga anak pelaku bertemu dengan korban di lapangan di Kecamatan Serang, Kota Serang. Di lapangan itu, korban sempat membantah menyebarkan informasi DE yang sudah tidak perawan. Namun bantahan itu membuat ketiga pelaku melakukan penganiayaan. Diduga, ketiganya tidak mempercayai pengakuan korban.
“Anak korban CA memukuli korban dengan cara memukul kepala korban dengan menggunakan tangan kanan, kemudian menarik korban hingga korban terjatuh. Lalu DE, menendang kepala korban menggunakan kaki kanan sebanyak dua kali, sedangkan SH menarik baju lalu memukul kepala korban sebanyak satu kali,” kata Hengki.
Hengki membantah, pihaknya lamban dalam menangani kasus tersebut. Ia menjelaskan, dalam penanganan kasus perkara anak, pihaknya tetap mengutamakan proses diversi atau langkah di luar pemidanaan.
Langkah tersebut harus ditempuh sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. “Bahwa sistem peradilan anak wajib mengutamakan keadilan restoratif dan wajib diupayakan diversi,” katanya.
Pihaknya ditegaskan Hengki telah membuka peluang kasus ini dihentikan melalui diversi. Akan tetapi, dari keterangan kuasa hukum korban, permintaan diversi dari keluarga para pelaku ditolak sehingga kasus ini tetap diproses. “Kasusnya kita akan proses sesuai dengan undang-undang sistem peradilan anak,” tuturnya.
Editor: Abdul Rozak