SERANG,RADARBANTEN.CO.ID-Kepala Desa Babakan, Kecamatan Bandung, Kabupaten Serang, Johadi divonis 16 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang, Kamis 13 Februari 2025.
Ia dinilai terbukti bersalah menerima gratifikasi pembebasan lahan yang dilakukan oleh PT Modern Industrial Estate di Desa Babakan pada tahun 2012 – 2013 senilai Rp700 juta.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana satu tahun dan empat bulan dikurangi selama terdakwa berada dari dalam tahanan,” kata Ketua Majelis Hakim Mochamad Arief Adikusumo.
Selain pidana 16 bulan, Johadi juga dihukum membayar denda Rp 100 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama tiga bulan.
“Denda Rp100 juta dengan ketentuan jika denda tidak dibayar diganti kurungan penjara selama 3 bulan,” ujar Arief dalam sidang yang dihadiri JPU Kejati Banten, Bambang dan Sunardi.
Majelis menilai Johadi telah terbukti bersalah melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara telah menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya,” ungkap Arief.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut, lebih ringan dari tuntutan JPU. Sebelumnya, Kades Babakan tiga periode itu dituntut dua tahun dan denda Rp 100 juta subsider empat bulan kurungan.
Majelis hakim dalam putusannya tidak sependapat dengan tuntutan JPU. Dengan pertimbangan, kooperatif dan mengakui perbuatannya menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan hukuman.
“Terdakwa koperatif dalam menjalani persidangan dan mengakui perbuatannya,” katanya.
JPU Kejati Banten, Bambang menjelaskan, kasus gratifikasi ini berawal saat adanya pembebasan lahan yang dilakukan oleh pihak PT Modern Industrial Estate di Desa Babakan pada tahun 2012 hingga 2017.
Pembebasan tersebut menurut JPU bermasalah. Sebab, ada dokumen yang belum lengkap.
“Bahwa ternyata dokumen-dokumen yang menjadi kelengkapan administrasi untuk proses pelepasan hak atas tanah tidak lengkap dan tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya,” katanya.
Ia mengatakan, dokumen yang menjadi kelengkapan administrasi untuk pelepasan hak atas tanah hanya berupa SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) dan dokumen PM.1.
Dokumen PM.1 ini meliputi surat keterangan waris, Surat keterangan kuasa waris, surat persetujuan dari suami/istri.
Kemudian, surat keterangan tidak sengketa, sporadic, surat keterangan luas tanah dan surat keterangan riwayat tanah.
“Bahwa walaupun dalam dokumen-dokumen PM.1 terdapat persyaratan yang belum lengkap yakni tidak adanya dokumen alas hak berupa sertifikat hak milik ataupun girik (leter c),” katanya.
Bambang menyebut meski dokumen belum lengkap, namun Johadi tetap memprosesnya dengan menandatangani dokumen surat pelepasan hak (SPH).
Dokumen SPH itu, disodorkan oleh Koordinator Tim Pembebasan Lahan di Desa Babakan, Johnson Pontoh.
“Yang diajukan oleh saudara Johnson Pontoh selaku perwakilan dari PT Modern Industrial Estate,” ucapnya.
Bambang mengungkapkan, dari kepengurusan dokumen tanah yang diduga merupakan Situ Ranca Gede Jakung tersebut, Johadi menerima uang dengan total Rp 700 juta.
Uang itu diterima dari mendiang Maeman, Johnson Pontoh dan Hadis. “Perbuatan terdakwa Johadi yang menerima uang sebesar Rp700 juta,” tuturnya.
Usai pembacaan vonis tersebut, Johadi melalui kuasa hukumnya Sahrullah menyatakan menerima. Sedangkan JPU masih pikir-pikir.
Reporter: Fahmi Sa’i
Editor: Agung S Pambudi