PANDEGLANG,RADARBANTEN.CO.ID–Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pandeglang belum bisa memastikan pemberian relaksasi pajak untuk sektor hotel dan restoran yang terdampak kebijakan efisiensi anggaran.
Kepala Bidang Penagihan dan Pengendalian Bapenda Pandeglang, Yunisa, mengaku memahami kondisi lesunya bisnis hotel dan restoran. Namun, menurutnya, pemberian keringanan pajak seperti yang dilakukan di kota-kota besar sulit diterapkan di Pandeglang.
“Kemarin ada info di pusat, kota besar sudah dikasih relaksasi pajak. Tapi kalau di Pandeglang, gimana ceritanya ya. Kalau diterapkan, pendapatan daerah bisa berkurang lagi,” kata Yunisa saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa 29 April 2025.
Yunisa menyebutkan pihaknya akan berkoordinasi dengan pimpinan terkait kemungkinan pemberian relaksasi pajak. Namun, kondisi fiskal daerah saat ini masih berat.
“Keputusan ada di Pak Kaban. Dari sisi kami, ngobrol saja rasanya berat kalau mau kasih relaksasi pajak. Pajak hotel saja kadang mereka belum tentu bayar tepat waktu,” ujarnya.
Ia mengakui sektor hotel dan restoran merupakan penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar kedua setelah pajak bumi dan bangunan. Hal itu membuat pemberian insentif sulit dilakukan.
“Rasanya ribet kalau mau kasih insentif pajak. Hotel dan restoran itu penyumbang PAD terbesar kedua,” ucapnya.
Yunisa menambahkan, sejauh ini belum ada solusi konkret untuk merespons kelesuan bisnis perhotelan dan restoran di Pandeglang. Meski begitu, pihaknya berjanji akan membahas persoalan ini lebih lanjut.
“Belum ada solusi soal pembebasan pajak. Maunya mereka ada keringanan, tapi ya ribet di Pandeglang ini. Apalagi kontribusi pajaknya juga belum besar-besar amat,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan Presiden RI Prabowo Subianto mulai berdampak ke sektor pariwisata.
Di Kabupaten Pandeglang, para pengusaha wisata, hotel, dan restoran mengaku usahanya makin lesu.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Pandeglang, Widiasmanto, menyebut turunnya okupansi hotel dipicu sepinya kegiatan instansi pemerintah, BUMN, hingga mitra usaha lainnya yang biasanya digelar di kawasan wisata.
“Biasanya ada kegiatan meeting, FGD, atau gathering dari pemerintah maupun corporate yang kerja sama. Karena sekarang ditiadakan, otomatis hunian hotel ikut menurun,” kata Widiasmanto, pada Senin 28 April 2025 saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Reporter: Moch Madani Prasetia
Editor: Agung S Pambudi