SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Kasus Pertamax oplosan di SPBU Ciceri, Kelurahan Sumurpecung, Kecamatan Serang, Kota Serang, telah dilimpahkan penyidik Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Banten ke jaksa peneliti Kejati Banten.
Perkara tersebut sedang dipelajari jaksa peneliti untuk diperiksa kelengkapan materil dan formilnya.
“Sudah masuk tahap satu (berkas perkara dilimpahkan ke jaksa peneliti),” ujar sumber Radarbanten.co.id di Ditreskrimsus Polda Banten, Selasa, 13 Mei 2025.
Ia mengatakan, sampai saat ini, penyidik belum menetapkan tersangka baru dalam kasus tersebut. Sebab, pemasok BBM kepada kedua tersangka itu belum diketahui keberadaannya.
Ia menjelaskan, dalam kasus tersebut, total Pertamax oplosan yang dijual sebanyak 3.370 liter. Data jumlah penjualan tersebut diketahui dari pembelian BBM yang dilakukan oleh SPBU Ciceri.
Sebelum kasus tersebut terungkap, tersangka Nadir Sudrajat dan Aswan alias Emon memesan 16 ton Pertamax dari luar Pertamina. BBM itu kemudian, dicampurkan 8,6 ton sisa pembelian dari Pertamina.
Pada akhir Maret 2025, kasus BBM oplosan di SPBU Ciceri viral di media sosial (medsos). Untuk menutupi kejahatannya, kedua tersangka memesan kembali delapan ton Pertamax dari Pertamina, sehingga total 32 ton lebih.
“Pada saat dilakukan penyitaan, tanggal 24 Maret 2025, itu tersisa 28 ton sekian. Jadi berdasarkan hitungan pembelian dan penjualan itu didapat data 3.000 sekian liter yang terjual,” katanya.
Kasubdit IV Tipidter, Ditreskrimsus Polda Banten, AKBP Reza Mahendra Setlig mengatakan, dalam kasus tersebut, Aswan alias Emon berperan sebagai pengawas SPBU. Sedangkan, Nadir sebagai Manajer Operasional SPBU Ciceri.
Aswan mengaku diperintahkan Nadir untuk membeli Pertamax olah dari pihak lain atau bukan dari PT Pertamina Patra Niaga sebanyak 16 ribu liter. BBM itu dibeli dengan harga Rp 10.200 per liter.
“Belinya di Jakarta,” kata Reza.
BBM olah tersebut oleh tersangka dimasukkan ke dalam tangki timbun BBM jenis Pertamax yang masih berisi ribuan liter.
Selanjutnya, Pertamax yang telah bercampur tersebut dijual dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yakni Rp 12.900 ribu.
Menurut pengakuan kedua tersangka, praktik culas tersebut dilakukan sejak bulan April 2025. Terkait keuntungan yang didapat dari praktik culas kedua tersangka tersebut, penyidik masih melakukan pendalaman.
“Nanti kita dalami, keuntungannya kita belum tahu,” ungkap perwira menengah Polri ini.
Editor: Agus Priwandono