SERANG -Merasa tidak puas dengan keputusan Pemprov Banten terkait Upah Minimuk Kabupaten Kota (UMK) tahun 2018, ribuan buruh se Provinsi Banten mendatangi Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B).
Ribuan buruh tersebut melakukan unjuk rasa tepat di gerbang utama KP3B. Ruas jalan dari arah Palima menuju Pakupatan pun ditutup karena dipenuhi oleh para buruh.
Sekretaris Aliansi Buruh Kabupaten Serang Asep Danawirya mengatakan, buruh mengaku kecewa atas keputusan Pemprov Banten. Buruh pun meminta agar Pemprov Banten merevisi surat keputusan tentang UMK 2018 yang ditandatangani oleh Gubernur Banten Wahidin Halim.
“Saat kampanye, beliau (WH) mengaku akan mengakomodir kepentingan buruh,” kata Asep kepada awak media di sela-sela unjuk rasa,” Kamis (22/11).
Para buruh mengaku ingin berdialog langsung dengan mantan Walikota Tangerang tersebut. Buruh ingin menyampaikan keinginan para buruh. “Dulu pas kampanye datang ke kami, minta di pilih,” katanya.
Buruh sendiri menginginkan kenaikan gaji sebesar 10 persen, sedangkan kenaikannya sekarang 8,7 persen.
Sebelumnya, diberitakan Radar Banten Online, Gubernur Banten Wahidin Halim mengesahkan Upah Minimum Kabupaten Kota (UMK) 2018 di Provinsi Banten. Besaran UMK tersebut telah disahkan melalui surat keputusan nomor 561/Kep.442-Huk/2017 tertanggal 20 November 2017.
Dalam SK tersebut tertulis, besaran UMK 2018 tersebut untuk di Kabupaten Pandeglang sebesar Rp 2.353.549,14, Kabupaten Lebak Rp 2.312.384,00, Kota Serang Rp 3.116.275,76, Kota Cilegon Rp 3.622.214,61, Kabupaten Tangerang Rp 3.555.834,67, Kota Tangerang Rp 3.582.076,99, Kota Tangerang Selatan Rp 3.555.834,67, Kabupaten Serang Rp3.542.713,50.
“Sudah sesuai dengan usulan kabupaten/kota, ada kenaikan 8,71 persen, karena kalau kita lihat permintaan dari daerah juga gak beda, sama aja,” ujar WH, Senin (20/11).
Penetapan UMK 2018 mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tentang pengupahan. Sehingga, mantan Wali Kota Tangeranf itu meminta kepada buruh menerima dengan keputusannya tersebut.
“Itu kan persoalan buruh dengan negara, bukan urusan gubernur, itu kan (ketetapan) undang-undang. Jangan ke gubernur lah, yang buat PP (78) siapa? Kalau mau ke sana (pemerintah pusat) aja deh,” ujarnya. (Bayu Mulyana/coffeandchococake@gmail.com)