Selain termasuk rukun Islam yang wajib dikerjakan, zakat fitrah juga menjadi penyempurna puasa Ramadhan. Ibaratnya, semua ibadah puasa di bulan Ramadhan masih tergantung di langit, dan belum diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, sampai mengeluarkan kewajiban zakat fitrah, bahkan semua puasa selama satu bulan itu Allah tangguhkan pada zakat fitrah. Dalam kitab Hasyiyah Jamal alal Minhaj, Syekh Zakaria al-Anshari menyampaikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang ditangguhkannya puasa Ramadhan sampai mengeluarkan zakat fitrah.
Dalam kitabnya disebutkan,
وأخرج ابن شاهين في ترغيبه والضياء عن جرير (شَهْرُ رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلاَ يُرْفَعُ إلَى اللهِ إلاَّ بِزَكَاةِ الفِطْرِ)
Artinya, “Ibnu Syahin meriwayatkan hadits dalam kitab Targhib wad Dhiya’ dari sahabat Jarir : (puasa pada) bulan Ramadhan digantungkan antara langit dan bumi, tidak diangkat pada Allah kecuali dengan zakat fitrah.”
Syekh Zakaria menjelaskan maksud hadits di atas bahwa selama tidak mengeluarkan zakat fitrah, maka pahala puasanya tidak bisa didapatkan. Dengan kata lain, meski bulan puasa telah selesai, dan telah berhasil menjaga dirinya dari setiap sesuatu yang bisa membatalkan puasa, maka ia tidak akan mendapatkan pahala puasa sampai mengeluarkan kewajiban zakat fitrah dari dirinya.
Dengan segala kecerobohan dan kesalahannya yang terkadang tidak disadari, manusia melakukan tindakan yang bisa mencederai pahala ibadah. Mereka tidak sadar bahwa dengan tindakan tersebut menjadikan pahala hilang. Padahal, puasa merupakan salah satu ibadah yang harus dipelihara baik-baik, menjaga diri dari hal-hal yang tidak berfaedah, dan menjauhi dari setiap sesuatu yang merusak pahala puasa.
Karena, semua itu bisa mengotori puasa, dan akan memberikan dampak kurang sempurna terhadapnya. Oleh sebab itu, Islam mewajibkan pemeluknya untuk mengeluarkan zakat fitrah guna membersihkan jiwa dari kekurangan-kekurangan yang dilakukan saat puasa. Lebih dari itu, zakat fitrah juga menjadi penyebab tertolongnya orang fakir-miskin dari meminta-minta pada malam dan hari raya Idul Fitri.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
فَرَضَ رَسُولُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ الرَّفَثِ وَاللَّغْوِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
Artinya: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah, sebagai pembersih bagi orang yang puasa dari segala perbuatan sia-sia, dan ucapan tidak baik, dan sebagai makanan bagi orang miskin. Siapa yang menunaikannya sebelum shalat hari raya maka zakatnya diterima, dan siapa yang menunaikannya setelah shalat hari raya maka termasuk sedekah biasa” (HR Abu Daud).
Hikmah yang bisa diambil dari hadits tersebut adalah, bahwa zakat fitrah menjadi penyelamat bagi puasa umat Islam yang kurang sempurna, juga sebagai bahan pangan pokok yang dibutuhkan fakir-miskin, terutama pada masa-masa ekonomi sulit seperti masa pandemi ini.
Oleh karena itu, zakat fitrah yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan, tidak hanya menutup kekurangan puasa dan menggugurkan kewajiban, dengan menunaikannya, umat Islam akan menyelamatkan nyawa fakir-miskin yang sedang kelaparan pada masa-masa darurat.
(Penulis Adalah Kepala Bidang Pendidikan Agama & Keagamaan Islam Kanwil Kementerian Agama Prov. Banten / Penulis Buku Islam Dalam Transformasi Kehidupan& Buku Kepemimpinan Pendidikan Transformasional).