SERANG – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten sedang melakukan telaah dan mempelajari putusan kasasi kasus korupsi dana hibah tahun 2018 dan 2020 senilai 183 miliar.
Telaah tersebut dilakukan setelah adanya putusan kasasi yang menyatakan bahwa Forum Pondok Pesantren Provinsi (FSPP) Banten dan 172 pondok pesantren harus bertanggungjawab atas kerugian negara sebesar Rp 19 miliar lebih.
“Saat ini kami masih melakukan telaah dan mempelajari terhadap putusan kasasi tersebut,” kata Kasi Penkum Ivan Hebron Siahaan dikonfirmasi Radar Banten, Kamis 2 Februari 2023.
Ivan menjelaskan telaah putusan kasasi tersebut dilakukan untuk mempelajari pertimbangan atau yurisprudensi hakim dalam memutus perkara. “Kami mempelajari pertimbangan-pertimbangan majelis hakim dalam putusan kasasi tersebut,” ujar alumnus Fakultas Hukum UGM tersebut.
Saat disinggung mengenai hasil telaah yang menyatakan bahwa perkara tersebut bisa digulirkan kembali atau tidak, Ivan enggan menjawabnya. “Yang jelas kami akan pelajari dari sisi yuridis dulu, kami belum mau berandai-andai (perkara bisa lanjut atau tidak-red). Saya tidak mau berkomentar (mengenai bisa atau tidaknya perkara tersebut dilanjutkan-red),” kata Ivan.
Ivan mengungkapkan, pihaknya baru menerima salinan lengkap putusan kasasi kasus korupsitersebut. “Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Banten Ricky Tommy Hasiholan menyampaikan bahwa salinan putusan kasasi telah diterima pada hari Senin tanggal 30 Januari 2023,” kata Ivan.
Ivan menjelaskan terkait eksekusi putusan terhadap mantan Kabiro Kesra Provinsi Banten Irvan Santoso dan empat terpidana lainnya dilakukan oleh Kejari Serang bukan Kejati Banten. “Maka penanganan perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap, sehingga terhadap para terdakwa akan segera dieksekusi oleh Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Serang,” kata Ivan.
Sebelumnya, MA menyatakan FSPP Banten turut bertanggungjawab atas kasus korupsi hibah untuk ponpes tahun 2018 senilai Rp 66,280 miliar. Hal tersebut terungkap dalam putusan kasasi terhadap Irvan Santoso dan kawan-kawan. Berdasarkan putusan kasasi yang diputuskan pada Kamis 13 Oktober 2022, Ketua Majelis Hakim Kasasi Suhadi menyatakan FSPP Banten harus bertanggungjawab atas kerugian negara sebesar Rp 14,1 millar.
“Kerugian keuangan negara dalam pemberian hibah TA (tahun anggaran-red) 2018 adalah sejumlah Rp14,1 miliar menjadi beban dan tanggungjawab FSPP dalam pengembalian,” kata Suhadi dalam amar putusan kasasi dikutip RADARBANTEN.CO.ID, Selasa 24 Januari 2023.
Dalam rinciannya putusan kasasi tersebut, hakim menyatakan bahwa terdapat hibah uang untuk FSPP Banten yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp 2,8 miliar. Sedangkan sisanya berupa hibah uang kepada 563 ponpes sebesar Rp 11,260 miliar.
“Bantuan hibah uang TA 2018 yaitu uang yang seharusnya tidak diterima FSPP sejumlah Rp 2,840 miliar ditambah dengan pemberian hibah uang kepada 563 ponpes yang tidak dapat dipertanggungjawabkan FSPP sejumlah Rp 11,260 miliar,” kata Suhadi.
Sementara terkait dengan hibah ponpes tahun 2020 sebesar Rp117, 780 miliar, Suhadi menyatakan kerugian negara sebesar Rp 5,256 miliar menjadi tanggungjawab dari Tb Asep Subhi sebagai pimpinan ponpes dan 172 ponpes.
“172 pondok pesantren telah menerima hibah tahun 2020 yang tidak memenuhi syarat tidak tercatat dalam Database EMIS Kanwil Kemenag Banten dan tidak memiliki ijin operasional Kementerian Agama,” ungkap Suhadi.
Dalam amar putusan tersebut, MA berpendapat bahwa alasan kasasi penuntut umum dan terdakwa Irvan Santoso tidak dapat dibenarkan. Sebab, hakim Pengadilan Tinggi Banten tidak salah menerapkan hukum.
Suhadi dalam putusannya, juga menjelaskan bahwa Irvan Santoso selaku Kepala Biro Kesra dan terdakwa II Toton Suriawinata sebagai Ketua Tim Evaluasi dalam kegiatan hibah ke FSPP tahun 2018 dan 2020 ke ponpes tidak melaksanakan tugas sebagaimana kewenangan. “Tidak melakukan evaluasi terhadap proposal permohonan hibah dari pondok pesantren, tidak melakukan survei ke lapangan tetapi menerima data dari FSPP,” kata Suhadi.
Data ponpes tersebut menurut hakim MA juga tidak akurat karena terdapat penerima hibah yang tidak ada di Aplikasi Data EMIS. Termasuk pesantren yang tidak memiliki Ijin Operasional (IJOP) Kementerian Agama.
Kuasa hukum FSPP Banten Wahyudi saat ditanya soal pengembalian kerugian negara sebesar Rp 14,1 miliar mengaku sulit untuk mengembalikan. Selain uang yang tidak sedikit, juga karena dana tersebut telah digunakan untuk keperluan FSPP Banten dan ponpes.
“Saya kira sulit kalau harus dikembalikan karena uang itu sendiri telah digunakan untuk membangun pondok pesantren seperti toilet, ruang kelas dan sebagainya. Kalau toh mau dikembalikan masa kita harus kembalikan batu batanya,” kata pria yang akrab disapa Yudi tersebut, Kamis 26 Januari 2023.
Yudi mengungkapkan, dirinya tidak sependapat dengan putusan kasasi tersebut. Sebab, kerugian negara sebesar Rp 14,1 miliar yang disebutkan sebenarnya tidak ada. Alasannya, FSPP Banten mempunyai bukti laporan pertanggungjawaban dana hibah ponpes.
“Kita diminta untuk bertanggungjawab atas hibah uang terhadap 563 ponpes dengan nilai Rp 11,260 miliar. Hibah uang untuk ponpes tersebut dianggap tidak dapat dipertanggungjawabkan padahal kami punya SPJ-nya (surat pertanggungjawaban-red). SPJ-nya ada di FSPP silahkan kalau teman-teman media mau lihat,” kata Yudi.
Terkait dengan hibah uang yang tidak seharusnya diterima FSPP senilai Rp 2,8 miliar, Yudi mengungkapkan, bahwa hal tersebut juga tidak benar. Sebab, sejak tahun 2002, FSPP Banten telah mendapatkan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Banten.
“Tapi kenapa tahun 2018 ini jadi masalah? Kan jadi pertanyaan juga bagi kita, ada apa ini? Dana itu (hibah FSPP-red) sebenarnya untuk operasional di FSPP,” kata Yudi didampingi Ketua FSPP Banten KH Wawan Gunawan serta pengurus FSPP tingkat provinsi dan kabupaten kota di Banten.
Yudi mengungkapkan, dirinya telah mengkaji putusan kasasi tersebut. Dari hasil kajiannya, tidak ada satupun frasa dalam amar putusan yang menyatakan bahwa FSPP Banten diperintahkan untuk mengembalikan kerugian negara dari alokasi dana hibah.
“Bahwa dalam Putusan Pengadilan Negeri Serang sampai tingkat kasasi Mahkamah Agung, tidak terdapat satupun frasa dalam amar
putusan, yang menyatakan bahwa FSPP Provinsi Banten diperintahkan oleh Majelis Hakim untuk pengembalian dana hibah yang menjadi kerugian dalam objek perkara,” kata Yudi.
Yudi mengatakan, berdasarkan putusan pengadilan sanksi pidana dan kerugian negara hanya dibebankan kepada para terdakwa.
“Sebagaimana dalam putusan pengadilan sanksi pidana dan pertanggung jawabannya hanya kepada para terdakwa secara individu,” tutur Yudi.
Reporter : Fahmi Sai
Editor : Ahmad Lutfi